Selasa, 26 Mei 2009
HARI PERPISAHAN SEKOLAH
Dalam minggu-minggu terakhir ini, banyak sekali sekolah yang melaksanakan acara perpisahan untuk siswa kelas XII. Intinya adalah menyerahkan kembali siswa kelas XII, yang telah dititip oleh orang tuanya kurang lebih 3 tahun yang lalu, kepada orang tuanya. Acaranya biasanya berlangsung meriah dengan dukungan penuh dari semua komponen sekolah, kepala sekolah, guru, siswa kelas X dan XI, pegawai TU, orang tua, dan lain-lain.
Tempat pelaksanaan acara juga bermacam-macam tergantung budget, kreatifitas, dan keinginan sekolah. Ada yang di aula sekolah, ada yang memerlukan menyewa gedung, ballroom hotel, ada yang hanya cukup beratap terof, bahkan ada juga yang di tengah alam terbuka.
Selain acara hiburan, ada juga pidato-pidato dari pejabat pendidikan, kepala sekolah, wakil siswa yang mau pergi, wakil siswa yang mau ditinggal, komite sekolah, dan lain-lain pihak yang diijinkan panitia. Umumnya mereka akan mengatakan terima kasih atas kebaikan sekolah, memohon doa lulus, selamat jalan, selamat tinggal, dan lain sebagainya. Pada kesempatan itu kepala sekolah menjelaskan kehebatan sekolah di hadapan orang tua dan siswa yang akan pergi, dan tidak menyinggung sedikitpun tentang kekurangan sekolah yang tentu sudah pasti banyak.
Tidak ada satupun pidato itu yang mengkritik kebijakan, cara mengajar yang salah, saran-saran perbaikan mutu sekolah, atau tentang siswa yang malas masuk sekolah dan lebih senang berada di tempat-tempat rekreasi ketimbang berada di sekolah dan ikut belajar.
Saya tidak tahu kemana menguapnya semangat mengkritik guru dan kepala sekolah oleh siswa, atau semangat mengeluhkan semangat belajar dan minat masuk sekolah siswa yang rendah oleh para guru (bahkan oleh guru yang paling sering mengeluh sekalipun). Apakah sudah ada konvensi bahwa hari itu semua salah dan dosa dilupakan dan diganti dengan maaf dan puji-pujian? Saya tidak tahu.
Tetapi akhirnya, saya juga ikut-ikutan berdoa, semoga usaha siswa yang sudah ikut ujian nasional bisa berhasil dengan baik (lulus; bahkan doaku semoga lulus 100%), sehingga kebahagiaan mereka pada hari acara perpisahan yang meriah penuh canda tawa, dendang dan tari tidak menguap dan benar-benar terbawa sampai mereka menjadi orang yang berhasil.
Karena masih kudengar nyanyian suram para lulusan tentang akan kenaifan mereka akan dunia luar yang sejati setelah mereka tidak bersekolah nanti.
Kudoakan kamu semua menjadi orang yang sukses dan berguna nanti. Amin.
Sabtu, 23 Mei 2009
Resepsi Hardiknas Lotim
Malam Minggu kemarin, aku menghadiri resepsi Hardiknas di pendopo Bupati Lombok Timur. Acaranya meriah, yang diundang banyak. Pejabat-pejabat, Dewan Pendidikan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, guru-guru berprestasi, siswa berprestasi, kepala sekolah-kepala sekolah, ibu-ibu Darmawanita, dan banyak lagi.
Pada kesempatan itu, ditampilkan acara hiburan oleh siswa-siswa SD, SMP, dan SMA di sekitar kota Selong. Ada Tari Rudat, pembacaan puisi oleh siswa SLB tuna wicara, pantomim, drama sendra tari, dan tentu saja ada pidato sambutan dari yang punya hajat, yaitu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur, Bapak Drs. Muh. Suruji, yang memaparkan betapa pentingnya itikad kuat dari semua pihak di kabupaten ini untuk meningkatkan mutu pendidikan yang akan mampu mengangkat IPM Lombok Timur.
Menurut Kepala Dinas, ada kekhawatiran, peringkat IPM Lombok Timur yang saat ini berada di peringkat 7 dari 9 Kabupaten/Kota yang ada di NTB akan merosot ke urutan 9 dari 10, karena disinyalir, pemekaran kabupaten Lombok Barat menjadi KLU dan Lombok Barat akan mengangkat peringkat Lobar yang pada tahun kemarin berada di posisi 9, menjadi peringkat 3 atau 4. Karena, selama ini dipercaya bahwa peringkat bontot bagi Lombok Barat disebabkan oleh rendahnya IPM mereka di wilayah bagian utara.
Selain itu, terbaca dari statistik pendidikan, bahwa Kabupaten Lombopk Tengah juga sudah melakukan terobosan yang banyak, sehingga peringkat Lombok Tengah bisa jadi berada di atas Lombok Timur pada tahun yang akan datang.
Nah, berdasarkan itu, menurut Kepala Dinas, harus ada terobosan penting. Salah satu di antaranya adalah dengan pemerataan guru. Guru-guru harus mau ditempatkan di mana saja, tidak memandang jauh atau dekat dari pusat kota. Kendalanya selama ini untuk proses pemerataan guru adalah karena banyak dari guru-guru yang tidak mau di tempatkan di daerah yang jauh dari kota. Dan kebanyakan yang tidak mau ini adalah mereka yang merupakan keluarga pejabat.
Nah, kalau sudah begini, memang susah juga. Pejabat yang seharusnya lebih mengerti arti dari tanggung jawab pendidikan, seharusnya lebih rela kalau istrinya, anaknya, adiknya, atau kakaknya bertugas di daerah suburban. Karena, saya pikir, itu termasuk salah satu bentuk dari kecintaan mereka terhadap negara. Pimpinan yang arif, pasti tahu itu. Hmmmh, well?
Nah, kalau sudah begini, memang susah juga. Pejabat yang seharusnya lebih mengerti arti dari tanggung jawab pendidikan, seharusnya lebih rela kalau istrinya, anaknya, adiknya, atau kakaknya bertugas di daerah suburban. Karena, saya pikir, itu termasuk salah satu bentuk dari kecintaan mereka terhadap negara. Pimpinan yang arif, pasti tahu itu. Hmmmh, well?
Selasa, 05 Mei 2009
Demo????
Gambar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur, Drs. Muh. Suruji, sedang berada di tengah-tengah demonstran yang menuntut pendidikan gratis dan murah
Lihat dan dengar juga video tuntutannya.
Kemarin tanggal 4 Mei 2009, ada demo di depan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur. Demonyta sendiri berlangsung tertib dan damai. Cuma ada yang tidak mengerti pada demo itu.
Para demonstran yang mengaku terdiri dari unsur-unsur mahasiswa se Lombok Timur tidak mau berdialog, tidak mau berunding. Yang mereka inginkan hanya komitmen. Saya melihat kepala Dina Pendidikan Kabupaten Lombok Timur, Drs. Muh. Suruji, keluar menemui para demonstran, tapi para demonstran menolak diajak bicara. Mereka hanya menginginkan komitmen. Beberapa pejabat Dinas pendidikan menyatakan keheranannya dengan sikap para demonstran ini. "Apa sih yang mereka inginkan?" tanya mereka. "Itu Kepala Dinas sudah keluar. Komitmen kan dalam bentuk program kerja. Kalau hanya janji-janji tanpa perencanaan dan program, itu sama saja artinya dengan bualan."
Yang lain mengatakan, "Kalau mereka inginkan perubahan, mari duduk bersama dan membuat program real."
Sementara itu di dalam kantor Dinas Pendidikan ada beberapa mahasiswa dari Universitas Negeri Malang yang sedang melakukan kegiatan PPL di kecamatan Sambalia dan Jerowaru. Keberadaan mereka adalah dalam rangka bermitra dengan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar untuk Program Sosialisasi Asistensi Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun.
Nah lho? "Orang luar" sedang bikin program konkret untuk masyarakat tertinggal di wilayah kita, sementara mahasiswa kita terlena dengan demo? Mudah-mudahan saya keliru.
Lihat dan dengar juga video tuntutannya.
Kemarin tanggal 4 Mei 2009, ada demo di depan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur. Demonyta sendiri berlangsung tertib dan damai. Cuma ada yang tidak mengerti pada demo itu.
Para demonstran yang mengaku terdiri dari unsur-unsur mahasiswa se Lombok Timur tidak mau berdialog, tidak mau berunding. Yang mereka inginkan hanya komitmen. Saya melihat kepala Dina Pendidikan Kabupaten Lombok Timur, Drs. Muh. Suruji, keluar menemui para demonstran, tapi para demonstran menolak diajak bicara. Mereka hanya menginginkan komitmen. Beberapa pejabat Dinas pendidikan menyatakan keheranannya dengan sikap para demonstran ini. "Apa sih yang mereka inginkan?" tanya mereka. "Itu Kepala Dinas sudah keluar. Komitmen kan dalam bentuk program kerja. Kalau hanya janji-janji tanpa perencanaan dan program, itu sama saja artinya dengan bualan."
Yang lain mengatakan, "Kalau mereka inginkan perubahan, mari duduk bersama dan membuat program real."
Sementara itu di dalam kantor Dinas Pendidikan ada beberapa mahasiswa dari Universitas Negeri Malang yang sedang melakukan kegiatan PPL di kecamatan Sambalia dan Jerowaru. Keberadaan mereka adalah dalam rangka bermitra dengan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar untuk Program Sosialisasi Asistensi Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun.
Nah lho? "Orang luar" sedang bikin program konkret untuk masyarakat tertinggal di wilayah kita, sementara mahasiswa kita terlena dengan demo? Mudah-mudahan saya keliru.
Langganan:
Postingan (Atom)