Setiap sekolah di awal tahun ajaran baru harus membuat RKAS (Rencana Kerja Anggaran Sekolah; dulu RAPBS) yang menggambarkan pendapatan dan pengeluaran sekolah. RKAS disusun oleh Sekolah (Kepala Sekolah, Tenaga Pendidik, dan Tenaga Kependidikan) bersama-sama dengan komite. Sebelum menyusun anggaran sekolah, Sekolah terlebih dahulu melakukan Analisa Konteks. Dari hasil analisa konteks ini akan didapatkan kebutuhan sekolah dan prioritas pemenuhannya.
RKAS harus mampu menunjukkan nama kegiatan yang akan dibiayai, tujuan kegiatan, dan sumber biaya. Selain itu, RKAS juga harus memuat siapa saja yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut dan kapan pelaksanaannya. Dengan memuat detail kegiatan pembiayaan seperti itu, maka kita bisa mengetahui prioritas anggaran dari sebuah sekolah. Sebuah sekolah bisa dikatakan berpihak kepada peningkatan mutu atau tidak, dapat kita lihat dari seberapa besar (persentase) anggaran yang dikeluarkan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan mutu, seperti: pembelian buku, pembinaan kesiswaan, melengkapi peralatan mengajar, dan semacam itu. Rata-rata 9 - 10%.
Dari beberapa sekolah menengah yang menyerahkan RKAS untuk disetujui di dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur belum ada sekolah yang menyusun anggaran untuk peningkatan mutu. Beberapa sekolah malah tidak menganggarkan pembelian buku baru, melengkapi kebutuhan laboratorium dalam rencana anggarannya.
Semua sekolah menggunakan sebagian besar anggarannya untuk belanja rutin dan pegawai, rata-rata di atas 50%. Selain itu Green School yang menjadi salah satu program kementerian juga belum banyak diminati oleh penyelenggara sekolah apabila menelaah anggaran untuk membayar ATK, rekening listrik, dan rekening air yang tinggi menunjukkan bahwa sekolah belum mampu mengurangi kebutuhan akan kertas, hemat energi, dan hemat air.
Tingginya pengeluaran sekolah untuk biaya operasional "kepala sekolah" menunjukkan bahwa sekolah belum bisa melakukan effisiensi management.
Hal lain yang perlu dicermati adalah tingginya biaya belanja untuk membayar jam lebih pada sekolah-sekolah negeri menunjukkan bahwa Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Dari analisa pembayaran jam lebih tidak ada perbedaan seiring dengan bertambahnya jumlah guru yang sudah mendapatkan tunjangan profesional di sekolah tersebut. Beban kerja guru 24 jam/minggu dianggap sebagai batas atas beban kerja dan selebihnya harus dibayar dengan membebani anggaran sekolah. Padalah dalam Permendiknas tersebut jelas tercantum bahwa beban kerja guru paling sedikit 24 jam dan paling banyak 40 jam per minggu. Apabila semua sekolah bisa menerapkan beban kerja ini maka beban anggaran sekolah untuk membayar uang lebih dan honor pembina ekstra bisa dikurangi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah format RKAS yang tidak menggunakan format RKAS dengan alasan tidak mendapatkan informasi yang cukup. Oleh karena itu, sekolah dapat memperoleh format RKAS terbaru dengan cara
mendownload di sini. dan sekolah harus mempedomani format terbaru ini dalam menyusun RKAS pada masa yang akan datang.