Selasa, 02 Juni 2009
Reminiscing Old Memories
Sebenarnya saya lebih suka blogging, karena dengan blogging saya bisa menyalurkan nafsu saya untuk mengagitasi dan memprovokasi orang lain lewat media tulisan (he he he.........). Saya sering mengabaikan e-mail undangan dari hi5, friendster, atau facebook karena menurut saya, itu hanya untuk anak-anak remaja (yang ternyata saya dalam hal ini salah).
Sampai suatu hari seorang murid saya berkata,"Pak Guru, ajarin cara kita bikin akun di faacebook, dong!"
Meskipun agak enggan, saya ikutin juga kemauannya karena saya emang gak mau menolak keinginan murid saya. Setelah menyelesaikan akun facebook untuk murid saya itu, saya iseng-iseng mengetik beberapa nama di tab pencarian teman, dan saya menemukan begitu banyak teman lama saya ada di sana.
Salah seorang di antaranya adalah Yudi Winanto, S.Pd.
Teman yang luar biasa dalam artian yang sebenarnya. Kurus (cenderung ceking), selalu pake jean lusuh, bawa tas besar berisi tustel dan peralatan lukis, gondrong, cuek, dengan sepatu pantopel yang diinjek belakangnya (emang lagi trend waktu itu). Salah seorang teman yang memberi warna pada hidup saya. Dia yang memberi kepercayaan kepada saya untuk berani tampil apa adanya. Dengan penampilan apa adanya, dengan pemikiran sederhana, tapi menyentuh esensi masalah kami waktu itu.
Beberapa hal yang tidak bisa saya lupakan dari teman Yudi adalah, dia pernah ikut latihan pernapasan di Merpati Putih, tapi berhenti karena oleh sebab itu dia banyak makan? Katanya seh, takut gemuk, padahal ibunya yang cantik, ramah dan lembut (apa kabarnya ya?) sudah senang melihat Yudi banyak makan.
Hal kedua adalah dia sangat kreatif dalam arti benar-benar kreatif. Kreatif dalam design dua dimensi dan tiga dimensi (mungkin juga design dimensi ke enam, siapa tahu?), kreatif mengutak-atik kata, dari yang iseng, serius, bikin senyum, atau bikin merah padam, meski dia sering kalah main scrable di belakang kantin Miah. Dan pintar memprovokasi. Mungkin salah satu sebab saya suka memprovokasi orang adalah karena saya bergaul dengan Yudi (he he he, peace man).
Hal ketiga adalah motor yamaha kenangan. Dengan motor itu, kami berdua pernah memprovokasi orang untuk balapan di sekitar jembatan Ampenan (ha ha ha, King lawan yamaha ceketer?).
Hal ke empat adalah sikap empathy-nya. Dulu saya termasuk orang yang tidak pedulian pada nasib orang lain, karena saya merasa nasib saya juga tidak lebih baik dari mereka dan sayalah yang lebih berhak di tolong. Tapi berkat bergaul dengan Yudi, saya menjadi lebih peduli sama nasib orang lain, terutama mahasiswa-mahasiswa yang tertindas.
Dan yang kelima adalah pidato inagurasi saat kami Yudisium yang disampaikan oleh Yudi Winanto, S.Pd. Padahal secara ghalib, yang memberikan pidato ini adalah mahasiswa dengan nilai yudisium tertinggi. Tapi Yudi mengambil alih podium. Yang paling saya ingat adalah kalimat, "Berburu ke padang datar, dapat rusa belang kaki. Kepada guru kamu kurang ajar, nilai E tanggung sendiri." Selama sejarahnya FKIP hanya kali itu para dosen mendapat kritik pedas di acara formal di mana biasanya pada pidato semacam itu mereka mendapat ucapan terima kasih dan puji-pujian.Sayang moment itu tidak ada yang abadikan dengan foto (karena yang tukang foto yang pidato)
Terakhir, tapi bukan semuanya, adalah perjalanan saya bersama Yudi dan teman-teman ke beberapa tempat wisata. Ke hutan wisata Suranadi, berfoto sambil naik pohon, ke padang golf, hanya untuk makan di restaurantnya, ke mana lagi ya?
Sejak saya sibuk jadi guru di Lombok Timur, dan Yudi menjadi wartawan di Bali, kami tidak pernah bertemu lagi. Tapi saya tetap mengenangnya sebagai salah seorang teman terbaik saya.
Selasa, 26 Mei 2009
HARI PERPISAHAN SEKOLAH
Dalam minggu-minggu terakhir ini, banyak sekali sekolah yang melaksanakan acara perpisahan untuk siswa kelas XII. Intinya adalah menyerahkan kembali siswa kelas XII, yang telah dititip oleh orang tuanya kurang lebih 3 tahun yang lalu, kepada orang tuanya. Acaranya biasanya berlangsung meriah dengan dukungan penuh dari semua komponen sekolah, kepala sekolah, guru, siswa kelas X dan XI, pegawai TU, orang tua, dan lain-lain.
Tempat pelaksanaan acara juga bermacam-macam tergantung budget, kreatifitas, dan keinginan sekolah. Ada yang di aula sekolah, ada yang memerlukan menyewa gedung, ballroom hotel, ada yang hanya cukup beratap terof, bahkan ada juga yang di tengah alam terbuka.
Selain acara hiburan, ada juga pidato-pidato dari pejabat pendidikan, kepala sekolah, wakil siswa yang mau pergi, wakil siswa yang mau ditinggal, komite sekolah, dan lain-lain pihak yang diijinkan panitia. Umumnya mereka akan mengatakan terima kasih atas kebaikan sekolah, memohon doa lulus, selamat jalan, selamat tinggal, dan lain sebagainya. Pada kesempatan itu kepala sekolah menjelaskan kehebatan sekolah di hadapan orang tua dan siswa yang akan pergi, dan tidak menyinggung sedikitpun tentang kekurangan sekolah yang tentu sudah pasti banyak.
Tidak ada satupun pidato itu yang mengkritik kebijakan, cara mengajar yang salah, saran-saran perbaikan mutu sekolah, atau tentang siswa yang malas masuk sekolah dan lebih senang berada di tempat-tempat rekreasi ketimbang berada di sekolah dan ikut belajar.
Saya tidak tahu kemana menguapnya semangat mengkritik guru dan kepala sekolah oleh siswa, atau semangat mengeluhkan semangat belajar dan minat masuk sekolah siswa yang rendah oleh para guru (bahkan oleh guru yang paling sering mengeluh sekalipun). Apakah sudah ada konvensi bahwa hari itu semua salah dan dosa dilupakan dan diganti dengan maaf dan puji-pujian? Saya tidak tahu.
Tetapi akhirnya, saya juga ikut-ikutan berdoa, semoga usaha siswa yang sudah ikut ujian nasional bisa berhasil dengan baik (lulus; bahkan doaku semoga lulus 100%), sehingga kebahagiaan mereka pada hari acara perpisahan yang meriah penuh canda tawa, dendang dan tari tidak menguap dan benar-benar terbawa sampai mereka menjadi orang yang berhasil.
Karena masih kudengar nyanyian suram para lulusan tentang akan kenaifan mereka akan dunia luar yang sejati setelah mereka tidak bersekolah nanti.
Kudoakan kamu semua menjadi orang yang sukses dan berguna nanti. Amin.
Sabtu, 23 Mei 2009
Resepsi Hardiknas Lotim
Nah, kalau sudah begini, memang susah juga. Pejabat yang seharusnya lebih mengerti arti dari tanggung jawab pendidikan, seharusnya lebih rela kalau istrinya, anaknya, adiknya, atau kakaknya bertugas di daerah suburban. Karena, saya pikir, itu termasuk salah satu bentuk dari kecintaan mereka terhadap negara. Pimpinan yang arif, pasti tahu itu. Hmmmh, well?
Selasa, 05 Mei 2009
Demo????
Lihat dan dengar juga video tuntutannya.
Kemarin tanggal 4 Mei 2009, ada demo di depan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur. Demonyta sendiri berlangsung tertib dan damai. Cuma ada yang tidak mengerti pada demo itu.
Para demonstran yang mengaku terdiri dari unsur-unsur mahasiswa se Lombok Timur tidak mau berdialog, tidak mau berunding. Yang mereka inginkan hanya komitmen. Saya melihat kepala Dina Pendidikan Kabupaten Lombok Timur, Drs. Muh. Suruji, keluar menemui para demonstran, tapi para demonstran menolak diajak bicara. Mereka hanya menginginkan komitmen. Beberapa pejabat Dinas pendidikan menyatakan keheranannya dengan sikap para demonstran ini. "Apa sih yang mereka inginkan?" tanya mereka. "Itu Kepala Dinas sudah keluar. Komitmen kan dalam bentuk program kerja. Kalau hanya janji-janji tanpa perencanaan dan program, itu sama saja artinya dengan bualan."
Yang lain mengatakan, "Kalau mereka inginkan perubahan, mari duduk bersama dan membuat program real."
Sementara itu di dalam kantor Dinas Pendidikan ada beberapa mahasiswa dari Universitas Negeri Malang yang sedang melakukan kegiatan PPL di kecamatan Sambalia dan Jerowaru. Keberadaan mereka adalah dalam rangka bermitra dengan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar untuk Program Sosialisasi Asistensi Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun.
Nah lho? "Orang luar" sedang bikin program konkret untuk masyarakat tertinggal di wilayah kita, sementara mahasiswa kita terlena dengan demo? Mudah-mudahan saya keliru.
Sabtu, 25 April 2009
Menyontek akan dibolehkan.
Kenapa sih, tidak boleh menyontek? Pertanyaan itu banyak diajukan siswa. Jawabannya banyak. (Di antaranya, bisa dibaca pada tulisan dengan judul Love is a Fallacy pada blog ini). Menyontek juga menyebabkan siswa menjadi tidak percaya diri dan malas belajar. Buat apa belajar kalau kita bisa mendapat jawabannya dengan mudah? Lagipula kalau tidak menyontek, nilainya bisa di bawah KKM. Artinya: Remedy. Peace, man! Peace!
Suatu hari, Purdi E. Chandra, pendiri dan pemilik salah satu bimbingan belajar terbesar di Indonesia ditanya oleh seorang guru. "Bagaimana ya, caranya supaya murid-murid saya banyak yang lulus ujian? Saya khawatir, karena tahun kemarin banyak yang tidak lulus," tanya sang guru sambil menerangkan kerisauannya.
Jawab Pak Purdi,"Coba Bapak kasi mereka menyontek, dan lihat hasilnya nanti. Pasti banyak yang lulus."
Tentu saja jawaban pak Purdi itu bercanda, karena kalau serius, tidak ada lagi yang akan ikut bimbingan belajar dan Primagama bisa bangkrut.
Tetapi apakah menyontek itu perlu? Pada zaman instant dan global seperti sekarang ini, menyontek adalah sebuah keharusan. Lihat saja, sistem dagang franchise, MLM, bimbingan belajar, pengerjaan skripsi mahasiswa yang copy and paste dari pekerjaan orang lain, dan masih banyak lagi contoh adalah menyontek yang ternyata membawa keberhasilan dan kejayaan bagi yang melakukannya.
Lantas, apakah menyontek itu boleh? Jawaban pastinya sih, enggak. Hanya bila kepepet, gak ketahuan, and gak dilarang. He he he
Terutama bila kasusnya adalah ketika try out kemudian menyontek. Sudah tidak berguna, melanggar aturan, ketahuan, mencelakakan diri sendiri. Kenapa mencelakakan diri? Ibarat orang yang akan masuk hutan, ketika ditanya apakah bekal-bekal sudah siap? Dia mengatakan sudah, sehingga yang melepaskan kepergiannya tidak mengkhawatirkan persiapannya dan dia mati kelaparan di hutan karena bekalnya tidak siap.
Namun tentu saja, menyontek ketika ujian adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji dan akan membuat siswa menjadi kecanduan. Dan ini tidak baik untuk keselamatan belajar.
Oleh karena itu: jangan menyontek!
Ujian Nasional
Kali ini saya ingin membicarakan fenomena Ujian Nasional. Ancaman "gagal dalam seminggu"akibat tidak memenuhi standar UN 5,5 untuk tahun 2009 ini, menyebabkan begitu banyak persoalan. Baik yang bersifat teknis seperti pencetakan, pengiriman soal, distribusi ke sekolah-sekolah, yang semuanya melibatkan polisi, tim pemantau Independent, pihak perguruan tinggi, dan sederet pihak, yang kabarnya bisa menjamin hasil UN yang "murni".
Meskipun saya setuju dengan pemurnian hasil UN, namun pelibatan banyak pihak, menurut saya, lebih banyak menghabiskan dana daripada pencapaian hasil yang dimaksudkan. Bahkan kemudian keterlibatan pihak-pihak ini menyebabkan kesulitan yang banyak.
Dan yang terparah adalah, pelaksanaan Ujian Nasional menjadi kaku dan terkesan tidak educative centrum.
Beberapa hal yang menjadi catatan the Guru adalah:
- Kehadiran polisi berseragam di lokasi ujian telah menyebabkan tekanan psikologis yang tinggi bagi siswa yang menyebabkan hasil UN menjadi tidak murni, karena mengerjakan soal di bawah tekanan tentu saja berbeda hasilnya apabila itu dilakukan dengan lebih santai.
- Kehadiran team independent kabupaten, propinsi, dan universitas di lokasi ujian lebih banyak merepotkan daripada membantu. Kehadiran mereka sama sekali tidak menyelesaikan masalah non-teknis. Misalnya, anggota team tidak memantau apakah pengawas ruangan sudah melakukan prosedur yang benar dalam memasukkan Lembar Jawaban ke dalam sampul lembar jawaban sebelum disegel. Banyak kasus sekolah yang pengawas ruangan tidak memeriksa kembali apakah ada jawaban siswa yang tertinggal, dan kehadiran anggota team yang banyak itu tidak memberikan kontribusi apa-apa terhadap kesalahan fatal seperti itu.
- Kehadiran anggota team yang banyak itu tidak menyelesaikan masalah non teknis lain, seperti misalnya, ketika ada lembar jawaban yang kena lem akibat kesalahan pengawas ruangan. Seandainya mereka bersepakat untuk mengganti lembar jawaban dengan menjiplak jawaban yang sudah dibuat siswa dengan pengawasan dari team independent, polisi, pengawas kabupaten, dan sebagainya, itu tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap tujuan dari kehadiran team-team ini ke sekolah. Karena yang ujian telah dilakukan oleh siswa, tapi masalahnya ada pada pengawas ruangan. Ke manakah hati nurani dalam hal ini?
- Pihak perguruan tinggi yang terlibat juga seperti robot saja. Tidak fleksibel dalam pelaksanaan, tidak mempertimbangkan faktor psikologis, dan humanity. Semuanya dinilai secara mesin dan bekerja juga sepeti mesin.
Dari hasil pantauan the Guru itu, terlihat bahwa Ujian Nasional adalah alat untuk menakut-nakuti para pendidik dan siswa (kasus Bengkulu, ada 16 orang kepala sekolah ditangkap polisi, dan menjadi berita utama yang lebih heboh dari kasus korupsi trilliunan rupiah) . Tetapi apakah langkah-langkah seperti itu menjamin tercapainya salah satu tujuan pendidikan nasional yakni menciptakan manusia yang menguasai teknologi, beriman, dan bertaqwa?
Yang terjadi adalah: siswa hanya belajar untuk lulus ujian. Bukan belajar untuk tahu, menguasai, dan mengamalkan.
.
Sabtu, 11 April 2009
KEMAJUAN DARI HONGKONG?
Karena dua hari tidak ngeblog, dan begitu banyak kejadian yang ingin saya share, maka hari itu saya ingin mem-posting beberapa hal. Keheranan saya dengan pelaksanaan Pemilu, pernyataan Presiden tentang hasil pemilu dari quick count, tentang bandwidth telkom yang diborong KPU pada hari H+1, dan tentang seorang guru besar perguruan silat lokal yang meninggal dunia.
Saya sudah menulis tentang pelaksanaan pemilu. Dan ketika saya sedang searching gambar di google untuk lay out postingan yang sesuai, tiba-tiba.....layar di depanku berkejap dan mati.
Selasa, 07 April 2009
Minggu, 05 April 2009
Fantasy Net 2 di Selong
Ada banyak warnet di Selong. Salah satunya adalah Fantasy Net 2, di Jalan Pahlawan 47 Pancor, komplek Kartini Muda.
Tempat parkir yang luas, ruangan yang ber AC, dan setting ruangan yang menggabungkan antara cafe dan warnet adalah beberapa sebab saya suka nongkrong di sana.
Setiap kali pulang kantor pada siang yang panas, biasanya saya masuk ke Fantasy Net, memesan kopi dengan bayaran Rp2000, atau pop mie, saya bisa menghindar dari panas kota Selong yang berlebih.
Ruangan yang dimiliki juga luas (terlalu luas dengan hanya 15 booth yang tersedia. Tapi ruang kosong diisi dengan bar tempat kita bisa memesan kopi atau soft drink lainnya. Ruangan sejuk dan kopi yang nikmat, disertai dengan penjaga warnet yang ramah, membuat saya bisa bertahan lama di sana, meskipun saya tidak mengakses internet sama sekali (lho? lantas ke warnet ngapain, Guru? Ya itu, ngopi).
Selain itu juga dengan monitor LCD 17", maka Fantasy Net adalah satu-satunya warnet di Selong yang memanjakan para user dengan monitor yang ramah di mata. Kecepatan akses saya nilai cukup cepat. Dengan fasilitas seperti itu, tarif per jamnya termasuk paling murah, bahkan lebih murah dibanding dengan warnet yang pake ACC (Angin Cuma-cuma). Oh ya, kalo bawa laptop, kita bisa mencolok ke kable LAN dengan tarif yang lebih murah.
Konsep dan setting Fantasy Net memang agak beda dengan warnet-warnet lain di kota Selong. Fantasy Net tidak hanya menyediakan jasa warnet namun juga jasa cafe. Nah..... Jadi kita bisa akses internet sekaligus clubbing.
Gemana ya? Kalo misalnya blogger Lombok Timur (kalo bisa seh, lebih luas lagi) bisa copy darat di Fantasy Net? Bisa sharing dan mempererat tali silaturrahmi, gitu. Selain tempatnya nyaman, bukanya 24 jam lho? And midnight to morning, happy hours, bayarnya off 37,5%.
Kayaknya Fantasy Net2 layak dijadikan referensi warnet di Selong kalo blogger kebetulan bagpacking (mengukur orang dengan baju sendiri? gak lah ya?) ke Lombok Timur.
Jumat, 03 April 2009
Uang, oh Uaaaaangngng.....!!!!
Pada zaman sekarang ini, hampir semua hal bisa didapat dengan uang. Bahkan harga diri seseorang bisa dibeli dengan uang. Harganya tergantung kondisi. Kalo lagi pemilu, bisa-bisa harganya hanya Rp10 rb. Itu untuk harga lima tahun, lho.
Pendiri negara ini yang menjadi ikon uang seratus ribuan sejak tahun 2004 akhirnya tidak tahan juga melihat kondisi bangsa ini. Anaknya kalah pemilu tahun itu, dan sekarang ngotot ingin kembali dengan segala daya dan upaya, meski harus mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan seperti pada kasus BLT. Pada kasus BLT, Megawati mengatakan itu sama dengan menggadaikan diri, sementara pada saat berkuasa menjadi Presiden, Megawati menggadaikan negara ini dengan menjual hampir seluruh asset negara pada privat, asing atawa domestik.
Mungkin juga the Founding Fathers malu karena melihat harga mereka makin lama makin turun saja. Dulu bisa membeli 2 kg susu formula untuk bayi, sekarang, untuk membeli 1 kilo saja masih kurang.
Atau, mereka malu karena mendengar penerusnya yang sekarang presiden mengatakan negara berhasil membangun padahal pada kenyataannya rakyat harus antre beras, antre BBM, antre gas, antre Sembako, antre BLT, antre sedekah (yang rata-rata antre ini membawa korban, paling tidak ada yang pingsan).
Kemungkinan lain, karena mereka banyak dipegang koruptor?
Ah, the Guru terlalu banyak berandai-andai. Padahal sekarang sudah bukan zamannya lagi untuk begitu. Tapi bagaimana tidak berandai-andai kalau semua hal butuh uang?
The Guru akhirnya berteriak kesal: "Uang bukan segala-galanya!"
Murid saya berteriak: "Betuuuuuuullllll!!!!!!! Tapi Guru, segala-galanya butuh uang."
Aku terhenyak memandang uang lusuh di pangkuanku yang menutup muka, malu.
Kamis, 02 April 2009
Bandingkan dengan keinginan bebagai pihak yang ingin membawa pemimpin Israel ke pengadilan yang sama dengan tuduhan kejahatan perang yang mereka lakukan dalam perang 22 hari ( Desember 2008 s.d Januari 2009).
Israel telah dengan jelas melakukan pelanggaran berat HAM dan melakukan kejahatan perang. Mereka telah menggunakan bom fosfor putih yang jelas-jelas dilarang penggunaannya dalam perang, mereka telah melanggar konvensi Jenewa mengenai penyerangan terhadap rakyat dan fasilitas sipil, menutup perbatasan yang menghalangi hak sipil untuk mengungsi dari medan perang, dsb. Hal ini diungkapkan oleh para tentara yang terlibat dalam peperangan 22 hari itu dalam testimoni yang dilakukan dalam Kursus pramiliter Yitzhak Rabin di Aranim Academic College, Tivons, Israel Utara. Diberitakan bahwa testimoni itu sendiri dilakukan secara tertutup namun transkripnya berhasil diperoleh harian Israel Haaretz yang kemudian mempublikasikannya.
Sudah jelas penjahatnya "bernyanyi", tunggu apalagi? Seharusnya dunia bisa lebih adil dalam memperlakukan bangsa-bangsa dan ras seperti yang selalu didengungkan oleh para pengusung keadilan. Tapi mana buktinya? Amerika yang tidak meratifikasi ICC (bersama dengan Cina, India, Rusia, Amerika belum bergabung dengan ICC) mendorong penangkapan Omar al-Bashir, seperti yang diungkapkan oleh menlu Hillary Clinton, tapi diam pada kasus kejahatan Israel, malah cenderung membelanya, meskipun kejahatan itu diakui oleh pelakunya, dan dibuktikan sendiri oleh peninjau dari PBB.
Tatanan dunia apa sih yang sedang kita bangun?
Apa yang diharapkan oleh Amerika (pemerintahan Amerika)? Apakah standar ganda yang selalu dimainkannya sejak dulu kala akan terus berlanjut? Tidak ada perdamaian dunia kalau tidak ada keadilan yang sama untuk setiap bangsa dan ras.
Dan rakyat Amerika tentu saja sudah menyadari ini. Buktinya beberapa saat yang lalu, setelah perang yang dinilai oleh banyak pihak sebagai kekalahan Israel, New York Time mengeluarkan sebuah headline yang berjudul "Can Israel Survive?". Dengan dukungan yang tanpa batas dari Amerika dan sekutunya, seharusnya pertanyaan itu bisa dinilai sebagai sebuah gag, lelucon. Tapi tampaknya dengan menguatnya pengetahuan rakyat Amerika tentang Islam, yang dibuktikan dengan jumlah muallaf yang dari ke hari selalu meningkat, dan kesadaran mereka tentang kebijakan pemerintah yang keliru tentang Israel, maka sudah pada tempatnya pertanyaan itu diajukan, yang pada ujungnya menggugat: untuk apa Amerika berkorban harta benda sampai krismon, mengorbankan rakyatnya sendiri sampoai banyak yang mati, hanya untuk membela penjahat seperti Israel?
Sudah saatnya Amerika tahu bahwa musuh mereka yang sebenarnya bukan Islam, seperti retorik yang diajukan oleh mantan presiden Islamophobic berdarah mereka, G. W. Bush, karena Islam adalah ideologi yang sejalan dengan demokrasi, bahkan lebih baik. Justru yang harus mereka waspadai adalah Israel yang memiliki tujuan untuk menguasai dunia dan menganggap manusia lain selain Israel tidak lebih berharga dari Babi.
Jadi tidak heran kemudian Newsweek terbitan New York pada bulan Pebruari lalu memuat pada cover depannya berita dalam bahasa Arab dengan tulisan Arab yang berjudul, Al Islam al Radiikally Hakiikatu min Haqaiq al Hayya, Kaifa Nata'aaysy maa'ah (Radical Islam is Fact of Life, How We Can Live with It). Meskipun pada dasarnya the GURU tidak setuju dengan pembagian Islam menjadi radikal, moderat, liberal, garis keras, etc. tapi dengan pemuatan berita itu saya harap bisa menggugah rakyat Amerika bahwa sudah saatnya mereka memikirkan bagaimana berdampingan dengan Islam, agama yang mengutamakan perdamaian, seperti namanya, sehingga kita bisa hidup bersama dengan damai tidak hanya di bumi, tapi juga di akhirat. Insya Allah.
Selasa, 17 Maret 2009
Senin, 16 Maret 2009
Istikharah Tuan Guru
Di masa reformasi, tuan guru telah menjadi "pemain politik" yang berhasil dengan kompetensi langit (samawi) yang dimilikinya (bandingkan dengan politikus di negara lain yang harus membangun karir politiknya dengan ilmu-ilmu duniawi di sekolah dan universitas-universitas terkenal). Dengan semakin dekatnya hari PEMILU, 9 April 2009, tuan guru semakin laris mendapat kunjungan dari caleg-caleg atau team sukses. Kunjungan dari caleg dan team sukses ini bukan karena mereka mau belajar ilmu samawi, namun mereka datang karena mau mendapatkan simpati dari si tuan guru dan pada akhirnya akan mendapatkan dukungan suara dari para pengikut.
Ada beberapa bisik-bisik di sekitar tempat tinggal (gedeng: bhs halus lokal yang berarti rumah) bahwa derajat ketuan-guruan bisa juga dilihat dari siapa yang datang. Bila yang datang adalah tokoh nasional, maka derajat tuan guru tersebut adalah nasional. Bila yang datang "hanya" tokoh lokal maka derajatnya juga ditentukan oleh itu. Dari situ perang psikologis dari para pengikut tuan guru A dengan pengikut tuan guru B dimulai. Komentar saya seh...payah juga kalo ngukur derajat orang dari apa yang terlihat doang.
Tetapi keputusan tuan guru untuk memilih atau tidak memilih caleg A atau capres A adalah sebuah pilihan terbuka, yang tentu saja didasarkan kepada kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai. Tetapi yang jelas, pilihan tuan guru diyakini oleh para pengikut adalah sebagai pilihan terbaik sebagai hasil "komunikasi dengan Tuhan", (istikharah), karena seperti keghaliban umum bahwa masyarakat Lombok sudah mempercayakan pilihan, jalan hidup, bahkan akhir hidupnya pada pilihan dan keputusan tuan gurunya. Hal ini karena mereka percaya bahwa tuan guru adalah sosok yang lebih dekat dengan Tuhan daripada diri mereka sendiri.
Tetapi ada satu hal yang mengusik keyakinan saya, bahwa bagaimana mungkin Tuhan yang sama tempat para tuan guru bertanya lewat media istikharah memberikan pilihan yang berbeda-beda?
Ketika hal ini saya ajukan, ternyata saya mendapatkan jawaban yang berbeda-beda, dari yang fanatisme sampai yang apriori. Ini adalah beberapa jawaban yang saya terima:
- Dari sini kita bisa tahu kedekatan tuan guru dengan Tuhan. Jika pilihan mereka menang pemilu, berarti petunjuk yang beliau terima benar-benar dari Tuhan. Padahal jawaban ini bisa mengundang kontroversi karena berarti pilihan tuan guru yang salah menunjukkan bahwa tuan guru yang bersangkutan tidak dekat dengan Tuhan??? Masya Allah.
- Mungkin saja Tuhan tempat tuan guru A meminta berbeda dengan Tuhan tempat tuan guru B memohon. Weleh weleh, ini lebih ekstrem lagi. Ya jelas dong, namanya tuan guru Islam, Ilahnya hanya satu.
- Mungkin tuan guru itu gak istikharah, ngakunya doang istikharah. Saya seh berprasangka baik aja, bahwa tuan guru tidak mungkin bohong. Apaplagi bohongnya kepada orang banyak dengan bersandar kepada Allah lagi. Gak mungkin lah.
- Mungkin saja saat istikharah itu pikirannya gak khusyu' karena inget besar uang yang sudah diterima plus janji calon kalau menang besok, jadi seolah-olah pertanda yang dilihat datangnya dari Allah, padahal itu imajinasinya tuan guru aja. Lho...gak boleh berprasangka gitu. Tuan guru itu kan orangnya gak materialis, sederhana, gak neko-neko. Tujuan hidupnya hanya untuk Allah. Jadi gak mungkin gak khusyu'.
- Dalam istikharah itu kan doanya begini: ......jika menurutMu urusan ini/hal ini baik bagiku..... Nah hasil istikharah bisa beda karena yang baik bagi tuan guru A, belum tentu baik bagi tuan guru B. (Ini lebih masuk akal kayaknya)
Jumat, 13 Maret 2009
Ujian Nasional
Ujian Nasional sebentar lagi akan dilaksanakan untuk siswa SMA/MA/SMK, dilanjutkan dengan SMP/MTs, dan baru kemudian SD/Ibtidaiyah. Meskipun Ujian Nasional adalah acara rutin, yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1984 (ketika masih bernama EBTANAS), namun selalu saja Ujian Nasional menjadi uji psikologis (baca: mimpi buruk) bagi semua komponen yang terlibat. Sekolah, Siswa, dan orang tua.
Perdebatan tentang keabsahan Ujian Nasional yang menentukan keberhasilan belajar siswa selama 3 tahun, dan keabsahan pengujian yang agak aneh (mengingat fungsi guru, merencanakan, menyajikan, mengevaluasi) karena siapa yang mengajar siapa yang menguji, berlangsung sengit di setiap tingkatan dengan justificasi dan endorsement yang semuanya terdengar masuk akal, namun Ujian Nasional tetap saja dilaksanakan dengan segala caci maki dan acungan jempolnya (dari para pencaci dan pendukung yang sama-sama tidak sedikit jumlahnya).
Menghadapi Ujian Nasional, bisa menyebabkan orang menjadi tidak rasional. Jangankan siswa, yang memang diuji. Bahkan tokoh masyarakat seperti Bupati yang tidak ikut ujian saja ada yang menjadi tidak rasional dengan target-target persentase kelulusan yang benar-benar tidak masuk akal. Salah satu contohnya adalah angka target kelulusan untuk sekolah-sekolah di Kabupaten Lombok Timur > 90% (mungkin ini akan menjadi contoh real dari kesuksesan pemerintah dalam pembangunan bidang pendidikan sehingga bisa jadi bahan kampanye untuk periode berikutnya). Mengingat ini tahun pertama (belum genap setahun Bapak Sukiman Azmi menjadi Bupati) tentu saja target ini terlalu tinggi, karena belum ada satu pun hal yang dilakukan beliau untuk kemajuan pendidikan, kecuali rencana-rencana yang masih ada di kepala atau masih berupa konsep (meningkatkan anggaran pendidikan dari APBD, memperbaiki fasilitas sekolah, melengkapi laboratorium dan perpustakaan sekolah, merintis SBI, merintis Boarding School, memutasi kepala sekolah dan guru-guru) yang belum semuanya terealisasi. Jadi bagi saya, tentu saja aneh meminta hasil baik hanya karena sudah ada konsep pembangunan yang akan dilakukan. Sekali lagi, semua rencana itu, akan dilakukan. Akan dilakukan tapi hasilnya sudah harus ada???? o la la).
Target ini tentu saja ada sisi positifnya, mencemeti semua pihak supaya benar-benar kerja keras mengejar target tersebut. Bagi sekolah yang memiliki dana cukup, tentu saja kerja keras ini tidak terlalu bermasalah, karena (1) sekolah kaya, artinya intake siswa di atas rata-rata, (2) sekolah kaya, artinya fasilitas memadai, (3) sekolah kaya, artinya mampu membayar guru untuk melakukan pengayaan yang artinya income tambahan bagi pengelola. Tapi bagi sekolah yang "miskin", target 90% menyebabkan para guru harus kena cemeti dalam pengartian secara harfiah. Mereka harus bersedia kerja rodi (ada yang masih ingat film kerja rodi gak seh? pekerjanya itu harus dicemeti, lho).
Selain kerja rodi, ada juga cara-cara dan wejangan-wejangan yang kadang tidak masuk akal, aneh dan bisa mengundang keprihatinan kalau bukan tertawaan. Seperti berikut ini:
1. Bagi siswa yang tidak bisa belajar dengan baik, tidak cepat mengerti, lebih baik kalian memperbanyak do'a, karena do'a bisa merubah takdir seseorang. (Sepintas lalu, tidak ada yang salah dengan nasihat itu. Tapi tujuan akhir belajar adalah untuk meningkatkan intelektual seseorang. Bukan untuk lulus)
2. Sebelum memulai kegiatan pengayaan, orang tua (terutama ibu) siswa harus datang ke sekolah untuk berdo'a bersama, mendo'akan anaknya supaya lulus ujian. (Lagi-lagi seperti alasan untuk kegiatan nomor 1 yang tujuannya adalah lulus. Selain itu, do'a bersama seperti itu juga tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah).
3. Mempersiapkan nomor HP, atau "strategi" menyontek lainnya yang harus terlihat seperti "bermain cantik?".
4. Pergi ke makam wali, tuan guru, makam-makam keramat lainnya untuk minta doa (besangi; bhs Sasak), yang menjurus kepada syirik.
5. Dan anehnya, tidak hanya guru dan murid, serta orang tua siswa yang tidak logis. Untuk mengantisipasi kebocoran dan pelanggaran dalam penyelenggaraan UN, pemerintah harus meminta bantuan DENSUS Anti Teror 88 untuk mengawasi dan menangkapi para guru, kalau perlu. Artinya, para guru dianggap tidak kurang berbahanya dari teroris internasional.
Akhirnya renungan kita seharusnya adalah, bagaimana membangun semua sekolah dengan standard mutu nasional untuk memenuhi kebutuhan nasional. Kebutuhan nasional adalah, manusia yang terampil, berpengetahuan, tidak berfikir individual, tahan banting, tanggap situasi dan kondisi, siap bekerja untuk kemajuan bangsa dengan bayaran yang memadai, dan bertaqwa kepada Tuhan (yang ditunjukkan dengan cara tidak korupsi).
Selasa, 06 Januari 2009
Foto Ibu dan Anak?
Minggu, 04 Januari 2009
Pelatihan Guru Pemakai Lab Bahasa
Pelatihan itu seyogyanya diikuti oleh semua guru bahasa yang ada di SMAN 2 Selong, 6 orang guru bahasa Inggris, 5 orang guru Bahasa Indonesia, 3 orang guru bahasa Arab, dan 1 orang guru bahasa Jepang. Namun yang datang mengiktui pelatihan hanya 9 orang. Jumlah tersebut memadai karena semua guru dari keempat mata pelajaran bahasa datang. Pelatihan itu sendiri berlangsung dari jam 8 sampai dengan 11 siang.
Semoga dengan terselenggaranya pelatihan ini akan dapat membuat para pengguna lab lebih ghirah untuk masuk membawa siswanya ke dalam lab bahasa sehingga penggunaan lab bahasa dapat dimanfaatkan lebih maksimal.
Sabtu, 03 Januari 2009
Tahun Baru dan Perubahan
Tahun 2008 tanpa terasa sudah 366 hari dan sudah usai pula rentang masanya, dan bilangan tahun harus dimulai dengan hari pertama 2009.
Menurut keghaliban umum, pergantian tahun ini disambut dengan berbagai macam cara,
Entah kapan mulainya, kebanyakan orang di seluruh penjuru dunia mengatakan bahwa tahun baru adalah saat yang tepat untuk menginstropeksi diri, memperbaiki kesalahan pada tahun lalu dan mulai merencanakan hal-hal baik pada tahun yang datang.
Ada juga yang skeptis dan berkata, perubahan dapat kita mulai 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun, tanpa harus menunggu akhir hari, akhir bulan, atau akhir tahun untuk berubah dan memperbaiki kesalahan.
Perasaan-perasaan dan pendapat itu semua sah-sah saja tergantung individu masing-masing. Karena orang boleh saja merasa meninggalkan sesuatu dan memasuki sesuatu pada tanggal 31 Desember ke tanggal 1 Januari, atau memilih hari yang lain atau saat yang lain, yang penting semangat ini benar-benar membawa perubahan positif.
HAPPY NEW YEAR 2009.