Laman

Rabu, 15 September 2010

Kwarda Hizbul Wathan Lombok Timur


Logo dan bendera HW

Kepanduan Hizbul Wathan (disingkat HW) didirikan pertama kali di Yogyakarta pada 1336 H (1918 M) atas prakarsa KH Ahmad Dahlan, yang merupakan pendiri Muhammadiyah. Prakarsa itu timbul saat beliau selesai memberi pengajian di Solo, dan melihat latihan Pandu di alun-alun Mangkunegaran. Gerakan ini kemudian meleburkan diri ke dalam Gerakan Pramuka pada 1961, dan dibangkitkan kembali oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan SK Nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya'ban 1420 H (18 November 1999 M) dan dipertegas dengan SK Nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H (2 Februari 2003).

Sebelas tahun berlalu sejak HW diaktifkan kembali, namun tidak semua Pimpinan Muhammadiyah di Tingkat Wilayah, Daerah, atau Cabang memberikan respon aktif, dalam arti menghidupkan HW dalam bentuk operasional. Bahkan di beberapa Wilayah, HW's revival masih hanya berupa wacana dan nostalgia bagi para anggota HW yang kebanyakan sudah sepuh.

Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lombok Timur memiliki kepentingan untuk melaksanakan SK Pimpinan Pusat mengenai kebangkitan kembali HW sebagai organisasi otonomi Muhammadiyah. Wacana tentang bangkitnya HW sudah lama sekali berlangsung. Anggota Muhammadiyah yang aktif di Gerakan Pramuka diharapkan dapat menjadi motor penggerak kebangkitan kembali HW di Kwartir Daerah Lombok Timur (Kwarda adalah sebutan untuk organisasi HW di tingkat Kabupaten). Namun karena para anggota tersebut masih aktif menjadi andalan/pengurus Kwarcab Pramuka Lombok Timur, maka untuk menghindari tumpah tindih fungsi, keinginan tersebut tenggelam dalam kesibukan "berpramuka".


Jenderal Besar Sudirman (Tokoh HW)

Keadaan berubah setelah Muscab Kwartir Cabang Pramuka Lombok Timur tahun 2010.
Beberapa anggota Muhammadiyah yang aktif di Gerakan Pramuka tidak bersedia menjadi pengurus/andalan Gerakan Pramuka, dengan nawaitu ingin menghidupkan HW di Kwartir Daerah Lombok Timur.

Meskipun ada keraguan dengan legalitas, terutama kekhawatiran mengenai Undang-undang Kepramukaan yang menyatakan bahwa satu-satunya wadah pandu di Indonesia adalah Pramuka, namun niat dan keinginan untuk menghidupkan HW di Kwarda Lombok Timur terus saja bergema. Akhirnya melanjutkan dan menetapkan niat sejak awal maka rapat pembentukan pengurus Kwartir Daerah Hizbul Wathan Kabupaten Lombok Timur diselenggarakan pada tanggal 15 September 2010 bertempat di rumah Ahmad Radox, Seruni, Selong. Berdasarkan mandat lisan dari Ketua PDM Lombok Timur, diundanglah 15 orang formatur (namun hanya 12 orang yang hadir) untuk membentuk dan memilih pengurus Kwarda Hizbul Wathan Lombok Timur. Dengan proses musyawarah yang panjang, akhirnya diputuskan untuk menunjuk personal pimpinan Kwarda HW Lombok Timur dengan Ketua: Khairil Anwar Mahdi, Sekretaris: Sulhi Munir, dan Bendahara: Ahmad Radox. Dalam daftar kepengurusan terdapat pula nama-nama: Zainal Abidin (mantan Sekretaris Kwarcab Gerakan Pramuka Lotim), Akhsan AK, Abdul Wahab, Endang WN, Mujtahid, Mujtahiduddin (yang merupakan nama-nama yang tidak asing di dunia Gerakan Pramuka Lotim).

Dengan terbentuknya Pengurus Kwarda HW Lombok Timur ini, pada masa yang akan datang HW sebagai organisasi kepanduan Islami dapat menjadi mitra Kwarcab Gerakan Pramuka Lombok Timur dalam membentuk generasi muda yang kreatif, berkeahlian, mandiri, ber-aqidah islam dan berakhlak mulia.
Fastabiqul Khairaat...............

Contoh Seragam HW:

Rabu, 01 September 2010

SBY oh...SBY


Performance SBY sebagai presiden yang lemah kembali ditampilkan saat menyampaikan pidato menanggapi masalah konflik dengan Malaysia. Pidato yang ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk saya, tersebut disampaikan di Mabes TNI Cilangkap, Rabu, 1 September 2010. Tetapi pidato yang saya tunggu-tunggu tersebut ternyata bener-bener bikin saya kecewa. Saya sebenarnya sudah menduga bahwa pidato SBY akan lunak, datar, dan hilang maknanya terbawa angin, seperti pidato-pidato SBY dalam menanggapi kasus-kasus Century, POLRI, Patwal, dsb.

Tetapi yang membuat saya sangat kecewa adalah, tidak ada sedikitpun tergambar bahwa SBY itu adalah seorang pemimpin negara besar. Penampilannya dalam pidato itu seperti orang mau kondangan, dan isi pidatonya tidak menggugah kebanggaan saya sedikitpun. (Bandingkan dengan pidato PM Malaysia, Selasa, 31 August 2010, saat memperingati hari kemerdekaan Malaysia. Pada kesempatan tersebut, Datuk Tun Sri Abdul Najib menggugah jiwa patriotisme dan kebangsaan warga Malaysia dan mengatakan siap menghadapi ancaman dari luar).

Saya menunggu hampir 3 jam untuk bisa mendengar dan menyaksikan langsung pidato SBY, tapi pengorbanan saya menunda shalat tarawih dan ittikaf saya itu benar-benar sia-sia. Begitu melihat SBY memasuki ruangan tempat pidato dengan hanya mengenakan baju batik saja, saya sudah mulai kecewa. Usai pidato yang meminta semua rakyat Indonesia untuk bersabar menghadapi provokasi Malaysia itu, saya merenung dalam kecewa saya. Betapa inferior jiwa Presiden kita itu. Tidak ada sedikitpun rasa bangga dan berani berbangsa Indonesia ditampilkan oleh Presiden. Mungkin benar kata teman saya Budi Susilo, bahwa meskipun SBY itu tentara, tapi jabatannya hanya ajudan saja. Karena hanya ajudan, dia hanya menerima perintah dan tidak pernah punya pasukan. Mungkin karena itu dia tidak punya rasa percaya diri bahwa dia bisa mengerahkan pasukan TNI kapan saja dan ke mana saja. OOOOhhhhhhh, pantas saja kita dihina "Indon" oleh Malaysia karena kita emang dipimpin mantan "kacung" saja.

Saya sangat berharap SBY mampu lebih "menggertak", meskipun tidak memprovokasi perang. Tetapi ternyata isi pidatonya, datar-datar saja. Selain itu, penampilan SBY ketika menyampaikan pidato itu juga bisa menunjukkan Indonesia adalah sebuah bangsa yang memiliki sejarah kepahlawanan yang gagah berani. Kalau saja SBY lebih berani, dia bisa memakai baju kebesaran sebagai Panglima Tertinggi semua angkatan ketika menyampaikan pidatonya. SBY juga bisa memerintahkan Panglima TNI, Kepala Staff semua angkatan, dan tentara-tentara yang hadir untuk berpakaian Tentara lengkap. Sehingga, meskipun isi pidatonya lembut, mengajak kepada persatuan, mendahulukan diplomasi, menghindari konflik, namun pesan kita bisa jelas terbaca oleh Malaysia. Bahwa meskipun kita adalah negara yang cinta damai, tapi kalau mau diajak berkonfrontasi, mereka patut berpikir ulang. Dengan demikian, saya sebagai rakyat biasa bisa bangga melihat presiden yang gagah itu, sekali saja dalam masa jabatannya, tampil sebagaimana layaknya seorang presiden sebuah negara besar yang siap mempertahankan kedaulatan dan kehormatan bangsanya.

Tapi, bukan SBY kalau tidak mengecewakan. Kalau "hanya" pidato seperti itu, kenapa harus menyampaikannya di Cilangkap? Di Masjid Istiqlal juga bisa sebagai bahan kultum atau mungkin lebih tepat di acara TV "Empat Mata" saja tampil bersama tukul sehingga kita tidak ragu untuk mentertawakannya. Saya yakin, bukan hanya saya yang kecewa, tapi prajurit TNI yang gagah berani juga pasti kecewa dengan penampilan Panglima Tertingginya.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Bangsa Serumpun atau Indon?


Meskipun pada prinsipnya saya tidak setuju terjadi konfrontasi dengan Malaysia, namun saya juga tidak setuju kita merendahkan diri dengan menulis surat "romantis" seperti yang dilakukan Presiden SBY kepada Perdana Menteri Malaysia, Jumat, 28 Agustus 2010. Saya pikir sudah tidak saatnya lagi kita memakai "bahasa-bahasa minta dikasihani" terhadap Malaysia, atau negara mana saja, seperti yang dilakukan pemerintah akhir-akhir ini. Kita harus bersikap tegas terhadap negara mana saja.

Kenapa Malaysia melecehkan bangsa Indonesia? Malaysia dulu adalah tetangga yang baik. Bahkan bisa dikatakan, Malaysia adalah murid bangsa Indonesia. Bukankah dahulu mereka belajar ke Indonesia untuk mendirikan perguruan tinggi, menanam sawit, dan banyak hal lagi? Dan beberapa orang pintar Indonesia, dahulu diundang ke Malaysia untuk mendirikan Universitas Kebangsaan Malaysia karena mereka belum memiliki perguruan tinggi pada saat itu. Namun perkembangan selanjutnya memperlihatkan bangsa Malaysia maju pesat sedangkan Indonesia tertatih-tatih karena salah kelola.

Nah, melihat Indonesia berada dalam kondisi terpuruk pada bidang teknologi, pendidikan, keterampilan, akhlak, dan utamanya pengelolaan negara, Malaysia mulai berubah menjadi "murid durhaka". Berkali-kali mereka mengganggu bangsa yang pernah menjadi "guru" mereka. Selain meng-klaim wilayah dan batas, Malaysia juga melakukan pencurian sumber daya alam seperti ikan, sawit, dan timah (karena ekspor timah Malaysia lebih besar dari Indonesia. Dari mana mereka mendapatkannya?). Dan yang lebih konyol lagi adalah, mereka mencuri budaya. Siapa yang tidak tahu kalau reog, wayang, batik, lagu "kampuang nan jauh di mato", berasal dari Indonesia? Tapi dengan gagah berani mereka mengatakan bahwa itu adalah kebudayaan asli Malaysia. Aneh bin ajaib.

Tapi kesalahan tidak boleh kita timpakan kepada Malaysia semata, karena sesungguhnya bangsa ini lalai menjaga, mem-prevent dari violation, dan mem-protect semua hak milik dan hak intelektual, serta kekayaan alamnya. Tapal batas dilanggar, pasir dicuri, timah dicuri, budaya dicuri, nelayan diperas, TKI dan TKW dihinakan, petugas kita ditangkap dan kemudian dibarter dengan pencuri, pemimpin negara ini tidak melakukan tindakan diplomasi baik ligitasi maupun non ligitasi, pencegahan, dan perlindungan. Presiden, DPR, dan pemimpin-pemimpin lain malah asyik-asyik jalan-jalan ke luar negeri dan mengirim "surat cinta".

Memang benar, Malaysia adalah bangsa serumpun karena sama rupa, bertetangga, berakar budaya yang sama, dan mungkin juga dulu nenek moyang mereka mengunyah pinang dan sirih (salah satu alasan Presiden Sukarno mengklaim Irian Jaya sebagai bagian dari Indonesia adalah karena orang Papua juga mengunyah pinang dan sirih). Tapi penggunaan istilah itu rasanya juga sudah tidak tepat. "Bangsa serumpun" adalah bahasanya Malaysia dalam tataran diplomasi elit untuk menghindari konflik langsung dengan Indonesia meskipun mereka selalu memancing-mancing masalah. Kalau untuk TKI dan TKW kita, mereka memanggil bangsa Indonesia dengan kata "Indon" yang dalam bahasa mereka berarti "budak, jongos, pesuruh".

Betapa rendah bangsa Indonesia di mata bangsa Malaysia. Sudah saatnya kita menegakkan kedaulatan dan martabat bangsa ini. Saya khawatir, pemerintah hanya bisa berharap kondisi hubungan kita akan membaik tanpa melakukan perubahan mendasar pada basis diplomasi kita terhadap Malaysia sebagai bangsa yang sama-sama bermartabat. Malaysia juga harus diingatkan tentang makna ASEAN Solidarity. Kita tidak ingin terpecah belah, karena memang itu yang diinginkan oleh Amerika dan China. Malaysia didukung China dan Indonesia pasti akan didukung Amerika yang terindikasi dengan cairnya bantuan US terhadap Koppassus kita. The Guru khwatir, agitasi Malaysia adalah setting yang dilakukan oleh kedua negara yang sedang bersaing itu.

Jadi, tidak ada gunanya berperang dengan Malaysia atau negara mana saja. Terlalu banyak yang harus dikorbankan. Tetapi Guru juga berkewajiban untuk menegur muridnya. Indonesia perlu "menjewer" Malaysia. Tidak perlu terlalu sakit, tapi cukup untuk mengingatkan mereka supaya kembali ke "ke jalan yang benar". Kemudian bangsa ini juga harus meperbaiki tata kelolanya, bangga menjadi bangsa yang mandiri, tegap sama berdiri duduk sama melipat tangan dengan bangsa lain, dan sejahterakan rakyat, niscaya jiwa patriotisme dan martabat bangsa ini akan melambung tinggi.

Jumat, 27 Agustus 2010

Diplomasi Mantan Presiden dan Mengembalikan Martabat Bangsa


Kemarin saya membaca berita tentang pembebasan tahanan, Aijalon Mahli Gomes (30) seorang guru Bahasa Inggris keturunan Afrika-Amerika, oleh Pemerintah Korea Utara atas permintaan dari mantan Presiden Jimmy Carter. Dikatakan oleh kedua pihak (Amerika dan Korut) bahwa pembebasan Gomes dilakukan murni atas inisiatif mantan Presiden Carter dan tanpa syarat.

Sebenarnya berita itu biasa-biasa saja, karena saya tahu banyak lagi mantan-mantan pemimpin dunia yang melakukan kegiatan kemanusiaan setelah mereka lengser dari jabatannya. Tapi berita tersebut menjadi luar biasa dalam kondisi negara kita yang semrawut. Jangankan melakukan kegiatan sosial tingkat internasional, mantan-mantan pemimpin kita kebanyakan menghabiskan waktunya di penjara karena tuduhan korupsi atau kejahatan lain. Atau, kalau tidak masuk penjara, mantan pemimpin lebih sibuk meng-kritik pemerintah yang sedang berkuasa, dan mempersiapkan amunisi untuk bisa berkuasa lagi. Jadi...? Mana sempat melakukan kegiatan seperti Mr. Carter?

Di samping itu, diplomasi luar negeri negara kita yang sangat-sangat lemah. Saya teringat posisi diplomasi negara kita belakangan ini yang semakin terlecehkan. Saya jadi bertanya-tanya, apakah wajar sebuah negara besar dan kaya seperti Indonesia diperlakukan bagai tidak punya harga? Apakah seimbang pengeluaran rakyat miskin terhadap biaya para diplomat kita? Dengan Singapura saja, kita selalu kalah diplomasi. Berapa banyak koruptor atau pelaku kejahatan negara kita yang menikmati surga perlindungan negara kecil, Singapura? (yang tidak lebih besar dari pulau Lombok).

Malaysia, juga tidak banyak beda. Puas "memperkosa" hak-hak TKI dan TKW kita, mereka juga mulai berani mengambil pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan negara mereka. Sipadan, Ligitan, dan hampir saja Ambalat!!!! No more island for Malaysia. Tidak berhasil mengambil Ambalat, Malaysia menangkapi nelayan-nelayan kita yang mencari ikan di perairan Indonesia!!!!??? Dan untuk membebaskan nelayan-nelayan tersebut, mereka (Polisi Diraja Malaysia) minta tebusan tidak kurang dari RM 1 juta dan pemerintah tidak melakukan hal-hal yang perlu. Bandingkan dengan apa yang terjadi ketika 6 orang nelayan Malaysia ditangkap karena mencuri ikan di perairan Indonesia. Polisi Laut Malaysia menangkap 3 orang petugas kita di rumah kita sendiri. Sekali lagi, ditangkap di rumah kita sendiri. Dan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia? Menukar keenam pencuri tersebut dengan ketiga petugas legal kita, meski istilah pertukaran itu ditolah pemerintah. Tapi public tahu apa yang terjadi. Menyedihkan dan juga memalukan sekali. Lantas apa saja yang sudah diplomat-diplomat kita? Pelesir di negeri orang dengan biaya dari rakyat mereka yang miskin? Dan Presiden kita sering sekali melakukan kunjungan ke luar negeri yang menghabiskan banyak biaya. Apakah bisa disebut "kunjungan yang berhasil" jika posisi politik internasional kita makin terpuruk?

Lantas, apakah kita harus marah-marah kepada Malaysia yang terhitung masih saudara serumpun? Menurut the Guru, tidak elok kita menyulut permusuhan dengan negara-negara tetangga ASEAN kita. Terlalu banyak yang harus dikorbankan. Aspek-aspek ekonomi, budaya, ketenaga kerjaan, pertahanan akan terganggu . Di samping itu keutuhan hubungan regional, adalah harga mati bagi pertahanan idelogi kita yang sedang dalam incaran negara liberal (Amerika) dan serbuan komunis (China).

Kita bisa mulai menjadi bangsa yang bermartabat tanpa harus berperang dengan negeri tetangga (seperti yang diinginkan oleh banyak orang Indonesia). Kalau mau berwibawa terhadap Malaysia, seharusnya kita juga mulai tegas terhadap Singapura, yang dalam istilah orang awam, jika seluruh penduduk Indonesia kencing bersama-sama di sana, negara pulau itu pasti akan tenggelam. Kemudian kita juga harus tegas terhadap East Timor yang telah berani menembak rakyat Indonesia yang memancing di sungai yang menjadi batas kedua negara. Terhadap New Guinea yang sering menjadi tempat persembunyian OPM, dan Australia (yang sudah dua dasawarsa ini mengangkat diri jadi deputy polisi kawasan) serta sering menembaki dan menghancurkan kapal nelayan tradisional kita. Juga pemerintah harus berani menggunakan segala potensi alam dan manusianya untuk menekan negara-negara lain dalam men-sukses-kan diplomasinya. Kita bisa mengancam untuk mengambil alih Freeport, Natuna, Exon Mobile, Blok Cepu, NNT, dan lain-lain supaya kedaulatan dan martabat bangsa kita terjaga. Dan itu baru bisa dilakukan apabila negara memiliki kebijakan yang jelas tentang pendidikan anak-anak bangsa yang akan mengelola Sumber Daya Alam kita yang melimpah ruah. Selain itu, pemerintah juga harus bebas korupsi, karena tidak mungkin melakukan nasionalisasi perusahaan asing-perusahaan asing tersebut apabila ternyata di dalamnya melibatkan personal interest dari pemimpin-pemimpin kita.

Mari membangun wibawa dan martabat bangsa ini dari dalam. Mulai dari top leader sampai seluruh aspek. Saya yakin kita bisa menjadi bangsa yang mandiri, hanya jika kita mau mengelola negara ini dengan amanah. Di setiap ada kemauan di situ ada jalan. Innallahalaa yughayyiruma bikaumin, hatta yughayyiruuma bianfusihim. Dan jangan lupa berharap (berdo'a).

Senin, 09 Agustus 2010

Menjelang Ramadhan



Suatu pagi di akhir bulan Sya'ban 1431 H, saya terbangun dengan perasaan gundah karena harus masuk kantor pagi itu, padahal persiapan saya untuk menyambut Ramadhan, tamu saya yang paling saya mulikan, belum maksimal.
Saya belum mengecat rumah, saya belum silaturrahmi ke tetangga dan orang tua, saya belum bagi-bagi uang (yang meski tidak banyak) ke para anak yatim dan orang miskin tetangga saya. Tapi saya harus masuk kantor.

Di kamar mandi saya merenung, kenapa di negara yang mayoritas Islam ini yang propinsinya dipimpin Tuan Guru lulusan al-Azhar University, Mesir, tidak ada kebijakan yang meliburkan pegawainya menjelang Ramadhan utnuk mempersiapkan diri menyambut bulan yang Mulia ini? Kenapa kalau perayaan Kemerdekaan Negara, yang baru sampai pintu gerbang itu, kita diminta untuk menyambutnya secara khusus, sedangkan menyambut Bulan Mulia tidak? Tidak ada suara di corong masjid yang mengingatkan masyarakat untuk membersihkan rumah, memasang umbul-umbul, mengecat pagar rumah, seperti ketika kita harus menyambut HUT Negara?

Apakah karena pemerintah menganggap Ramadhan itu sama dengan bulan-bulan yang lain sehingga banyak masyarakat yang memasuki Ramadhan dan keluar darinya dalam keadaan "biasa-biasa" saja? Padahal menurut Nabi yang Mulia, sangat merugi manusia yang keluar dari Ramadhan tanpa memperoleh Barokah, Ampunan dan Rahmat dari Allah pencipta Seluruh Alam.

Nanti malam insyaAllah tarawih. Saya ingat kegairahan shalat berjamaah dengan jamaah yang banyak di masjid-masjid. Saya akan mandi besar, kemudian pake baju taqwa yang baru, peci baru, sarung baru, parfum aroma baru, sandal baru, dan ke mesjid lebih awal dari biasanya. Saya ingin menyambut Ramadhan ini dengan penampilan yang bersih, rapi dan harum di tempat yang mulia. Tapi astghfirullah, baju, peci, sandal, parfum, belum saya beli. Saya lupa membelinya karena rutinitas sehari-hari di kantor.
Seandainya saja pemerintah tidak lalai mengingatkan saya akan hal-hal tersebut, seperti cara mereka mengingatkan saya tentang menyambut HUT Negara, mungkin saya tidak akan lupa. Mungkin saya akan membelinya jauh-jauh hari sebelumnya, atau saya akan membelinya hari ini, kalau saja kantor saya diliburkan.

Renungan saya terhenti karena saya harus ke kantor hari ini. Bergegas memakai baju karena saya terlalu lama di kamar mandi, saya kemudian memacu motor saya selaju mungkin menuju kantor karena sebentar lagi apel pagi akan dimulai. Jalan ramai, pekerjaan yang menumpuk, dan persiapan saya yang kurang dalam menyambut Ramadhan segera terlupakan. Apakah cukup dengan mempersiapkan hati saja? Ya Allah, ampunkan hamba karena lalai mempersiapkan penyambutan yang baik terhadap bulanMu yang mulia ini.

Marhaban ya Ramadhan.

(picture by Very Ilham Ridho)

Selasa, 27 Juli 2010

SABDA RAJA TAK LAGI BERTUAH

Pada suatu saat di sebuah negeri yang dilintasi khatulistiwa bertahtalah seorang Raja yang menjadi idola kaum ibu dan sebagian besar perempuan negeri itu. Mungkin kaum perempuan itu tersihir oleh wajahnya yang ganteng, tubuhnya yang tinggi tegap, dan senyumnya yang tidak pernah lepas dari bibirnya, ditambah dengan gaya bicaranya yang santun.
Dalam era pemerintahan sang raja yang disukai oleh lebih dari 60% rakyatnya itu, rakyat sangat berharap dia bisa merubah negeri yang kaya raya, namun penduduknya miskin-miskin karena dijual oleh raja-raja sebelumnya, menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat di sekitar Raja bisa dibersihkan sehingga uang yang seharusnya bisa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat bisa disalurkan ke sasaran yang tepat pada waktu yang tepat.

Namun entah karena murka Tuhan atau karena memang kutukan bawaan sang Raja, bencana demi bencana mulai menimpa negeri itu. Mulai dari banjir besar, gempa, tanah longsor, dan banyak lagi jenis bencana terus menerus mengiringi pemerintahan sang Raja. Sang Raja yang dulu banyak berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya menjadi tidak berdaya. Alih-alih mengirim bantuan untuk rakyatnya yang menderita, sang Raja memilih untuk banyak melakukan jalan-jalan ke luar negeri, yang dalam bahasa sang Raja: menjalin hubungan bilateral dengan negara-negara sahabat.

Sayagnya, sahabat-sahabat yang dikunjungi sang Raja adalah sahabat-sahabat yang culas. Mereka tersenyum dan mendukung pemerintahan raja, tapi di belakangnya lain. Ada sahabat yang menawarkan bantuan tapi harus dikembalikan dalam bentuk kekayaan alam yang bisa dikuasai mereka sampai tujuh turunan. Ada juga yang menwarkan bantuan hibah, tapi dengan maksud merusak moral bangsa yang terkenal dengan penduduknya yang religius. Ada juga sahabat-sahabat yang mendukung kedaulatan negara sang Raja, namun dengan terang-terangan memberi suaka dan bantuan kepada organisasi Republik Malumu Selatin dan Organisasi Papuk Merdeka.

Entah sang Raja tahu atau pura-pura tidak tahu, beliau terus menerus melakukan kunjungan persahabatan untuk memperoleh lebih banyak lagi sahabat di luar sana. Tanpa terasa sang Raja telah melakukan kunjungan ke luar negeri yang banyak sekali sehingga biayanya menjadi sangat besar. Namun sejauh ini, sang Raja tidak pernah menerangkan kepada rakyat yang membiayai perjalanan itu, dengan sukarela, hasil dari kunjungan-kunjungan itu. Tetapi rakyat negeri itu tahu bahwa banyak sekali perusahaan negara sahabat yang beroperasi di negara mereka. Tetapi, mereka juga tahu bahwa mereka diperlakukan sebagai manusia kelas 2 di negaranya sendiri ketika mereka bekerja sebagai buruh di perusahaan-perusahaan milik asing, dan diperlakukan seperti budak ketika mereka bekerja di negara-negara "sahabat Raja".

Namun begitu, ketika negeri yang terdiri atas banyak pulau itu melakukan pemilihan Raja untuk yang kedua kalinya, kembali sang Raja terpilih. Kekacauan makin menjadi di mana-mana dan dalam banyak sektor. Ada bank yang pura-pura sakit, tapi dibantu oleh negara dengan bantuan triliunan rupiah dengan cara culas. Pembantu Raja yang semestinya bertanggung jawab terhadap kasus itu diselamatkan Raja dengan disuruh mengungsi ke Negara Sahabat dan menjadi pegawai tinggi di sebuah badan keuangan internasional. Sementara itu rakyat yang harus mengungsi karena semburan lumpur panas sampai bertahun-tahun tidak mendapat perhatian yang semestinya.

Negara-negara yang dianggap sahabat juga mulai menggerogoti sang Raja. Mereka menakut-nakuti raja tentang perlunya konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. Tentang perlunya perdagangan bebas, tentang perlunya memelihara hutan, tentang perlunya penegakan HAM, dan anehnya, sang Raja yang kelihatan gagah dan suka marah-marah sama pembantunya itu, sama sekali tidak berdaya menghadapi tekanan raja kerajaan lain.

Perdagangan bebas diberlakukan di negara dengan panjang lebih dari 5000 km itu tanpa persiapan yang perlu, sehingga negara kaya yang seharusnya bisa menjadi penguasa dunia itu, hanya bisa jadi konsumen terhadap barang-barang dari negara lain. Untuk mereka yang kaya, bisa membeli barang-barang dari para saudagar berkulit putih, sedangkan mereka yang miskin-miskin tidak perlu hanya membeli mimpi karena mereka bisa membeli barang orang kaya dari para saudagar bermata sipit dengan harga yang sangat murah, meski imitasi. Dan tidak ada keinginan sang Raja dan para pembantunya untuk membantu rakyatnya menjadi rakyat produsen. Katanya ahli ekonomi negara itu, "pemerintah mendapat cukup banyak uang dari bea masuk barang-barang yang tidak perlu susah-susah diproduksi."

Dan Raja-pun semakin gendut, karena dia tidak perlu susah memikirkan produksi karena selalu ada raja-raja sahabat yang siap membantu memproduksi semua kebutuhan negara dan rakyatnya. Raja juga tidak perlu susah memikirkan kemacetan yang semakin parah di kotaraja karena dia tidak perlu terjebak macet. Selalu ada pengawal yang siap menghentikan pengguna jalan lain ketika raja mau lewat, yang kadang-kadang penghentian pengguna jalan lain dilakukan dengan kasar dan kekerasan. Rakyat yang tetangga Raja mulai mengeluh. Mereka ingin Raja dan keluarganya tinggal di istana. Tapi Raja justru ingin mengubah prosedur pengawalan bukan tinggal di istana seperti yang diinginkan banyak orang. Bukan pula berusaha memecahkan masalah kemacetan yang menjadi pokok pangkal persoalan.

Rakyat negara yang sopan dan selalu tersenyum itu pun semakin menderita. Krisis listrik menambah penderitaan rakyat miskin. Rakyat yang sudah miskin semakin miskin. Benda-benda elektronik yang dulu mereka beli dengan harga mahal banyak yang rusak karena listriknya sering mati. Mereka harus bayar listrik lebih mahal padahal mereka jarang pakai listrik. Rumah-rumah di komplek pemukiman rakyat miskin terbakar karena tersambar api dari lilin yang harus mereka pakai untuk menerangi rumah mereka ketika listrik padam. Dan Raja menunjuk seseorang Raja Media, sebuah keputusan yang berani, untuk menjadi ketua perusahaan listrik yang dikelola negara. Sang Ketua melakukan semua daya usaha untuk mengatasi krisis listrik. Cara yang paling cepat adalah menyewa mesin pembangkit dari negara lain karena negara dengan konsumsi listrik terbesar di kawasan itu tidak memiliki pabrik mesin pembangkit listrik. Mesin-mesin didatangkan dan perlahan-lahan krisis mulai teratasi.

Melihat kondisi itu, sang Raja yang mulai sering menyalahkan para pembantunya, berani "sesumbar" pemadaman listrik bergilir dihentikan. Pencanangannya ditetapkan di sebuah provinsi kepulauan yang terkenal karena punya seribu masjid karena sehari sebelumnya, sang Raja bersama keluarga berada di sebuah pulau seribu pura yang dekat dengan provinsi dengan seribu masjid itu. Sebelum pencanangan, sang Raja dihibur oleh tari-tarian dan kesenian lokal. Ada juga dialog tentang kondisi listrik di daerah itu. Tapi sayangnya dialog dilakukan dengan pejabat yang tidak pernah menderita akibat pemadaman listrik. Dan sang Raja-pun bertitah, "MULAI HARI INI, SAYA NYATAKAN DI SELURUH NEGERI TIDAK ADA LAGI PEMADAMAN LISTRIK BERGILIR." Semua orang tertawa, semua orang bertepuk tangan, sebagian penuh harap, tapi ada juga yang tidak percaya. Dan sore harinya, listrik mati di kawasan timur pulau itu.
Terbukti sudah sabda sang Raja tidak lagi ampuh.

Sungguh sebuah ironi yang terjadi di sebuah negara yang kaya raya, memiliki sejarah panjang dan mulia, dengan Raja-Raja yang berdaulat dan bertuah kata-katanya, dengan pahlawan-pahlawan yang mengagumkan, namun rakyatnya tidak pernah terlepas dari penjajahan yang dipimpin oleh pemimpin yang mereka pilih sendiri.

Selasa, 29 Juni 2010

Di Negara Teror Rakyat Tidak Boleh Miskin

TheGuru selalu terhenyak ketika mendengar berita tentang begitu banyaknya teror yang dilakukan oleh "negara" (baca: kebijakan penyelenggara negara). Sebut saja misalnya, ledakan tabung gas, kecelakaan pesawat, kapal tenggelam, kecelakaan kereta api, kebakaran gara-gara lampu templek atau lilin. Dan herannya, korbannya, selalau rakyat miskin. Berikut adalah beberapa bentuk teror negara terhadap rakyat miskin.



Negara mengirim bom berupa tabung gas ukuran 3 kg ke rumah-rumah masyarakat miskin dan dengan sendirinya meledak di sanan. Dari data yang dihimpun Media Indonesia, sepanjang Januari hingga Juni 2010 terjadi 16 ledakan besar tabung elpiji di berbagai daerah. Ledakan tersebut menewaskan 8 orang, melukai 22 orang, dan menghanguskan puluhan bangunan.

Negara telah menghapus subdidi BBM untuk rakyat miskin dan memberi kita bom berupa tabung gas ukuran 3 kg. Tabung-tabung ini meledak di rumah-rumah kita dan mengambil harta dan nyawa begitu banyak orang. Tindakan teror ini tentu saja lebih dahsyat daripada teroris yang diperangi pemerintah saat ini. Teroris tidak masuk ke rumah-rumah masyarakat miskin dan meledakkan rumah bersama isinya, tapi negara malah melakukan yang lebih dahsyat dari itu. Tapi negara seakan-akan tidak bersalah dalam hal ini. Berapa banyak lagi korban yang harus jatuh, baru negara akan bertindak?

Di luar rumah, teror negara terhadap rakyat miskin lebih banyak lagi. Pemerintah menyediakan moda transportasi umum yang murah seperti kereta api. Dalam sejarah transportasi Indonesia, kecelakaan kereta api sudah terlalu sering terjadi, dan anehnya, kecelakaan-kecelakaan seperti kereta api terguling, anjlok, ttabrakan, selalu saja terjadi berulang-ulang. Seakan-akan negara tidak peduli dengan korban-korban yang jatuh. Perbaikan seluruh sistem per-keretaapi-an Indonesia sudah sangat mendesak. Privatisasi moda transporatsi kereta api yang bisa mengubah kereta api Indonesia sebagai moda transportasi yang aman, nyaman, cepat, dan terjangkau rakyat miskin seharusnya sudah dilakukan oleh pemerintah. Kapan teror kereta api akan berhenti?

Jaringan kereta api kita, kereta api yang dioperasikan, operator-operatornya, sudah terlalu tua. ketika negara-negara lain berlomba-lomba menciptakan kereta api "electro-magnetic train" modern, negara kita, masih saja mengoperasikan jaringan kereta api dan lokomotif serta gerbong peninggalan perang. Secara objektif, saya harus katakan bahwa memang ada perbaikan, tapi itu tidak seberapa dengan yang masih rusak tapi difungsikan.

Sistem yang dipakai juga sangat kuno. TheGuru pernah naik kereta api di Jepang, baik kereta api cepatnya Sin-Kan-Zen yang super cepat dan tentu saja mahal yang pelayanannya melebihi pelayanan di pesawat domestic Indonesia. Tapi JR (Japan Railway) yang merupakan mode transportasi murah juga sangat nyaman. Tempat duduknya yang nyaman, ruangan full AC, petunjuk-petunjuk yang jelas, cara membeli tiket di mesin tiket, tidak perlu ngantre terlalu lama, tidak perlu pesan tiket lama sebelum berangkat, tidak perlu lewat calo, tidak perlu desak-desakan, dan yang paling penting, tidak perlu takut celaka.

Teror yang lain adalah moda trasport udara yang murah, tapi penuh resiko. Rakyat miskin sekarang sudah bisa menikmati bagaimana naik pesawat terbang. Tapi itu dengan beberapa syarat; harga tidak tetap (tergantung kapan anda memesannya), harus bawa makanan dan minuman sendiri kalo tidak mau kelaparan karena maskapai penerbangan murah tidak menyediakan makanan gratis kepada penumpang, dan yang terakhir, harus berani mati. Karena penerbangan murah ini banyak ditimpa kecelakaan. Tidak tahu sebabnya yang jelas apa, karena pemerintah tidak memberikan kita informasi yang luas mengenai sebab-sebab kecelakaan yang terjadi di dalam negeri ini.


Masih banyak lagi teror-teror yang lain seperti kecelakaan maut yang diakibatkan oleh jalan rusak, teror pemilukada, teror anti-teror, teror pol-pp, teror mati lampu, teror pendidikan mahal, teror biaya sakit yang tidak terjangkau, dan banyak lagi teror yang semuanya hanya untuk rakyat miskin.

Kapan pemerintah akan menghentikan terornya kepada rakyatnya sendiri (yang sebagian besar miskin)? Oleh karena itu, hanya satu yang bisa theGuru sarankan untuk rakyat Indonesia, yakni: Anda tidak boleh miskin. Karena negara akan membasmi Anda. Hanya Tuhan yang tahu. "Sesungguhnya, para pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya." (al-Hadits)

Minggu, 27 Juni 2010

Guru Juga Mencontek (baca: Manusia)



Ternyata, mencontek bukan hanya milik siswa, tapi juga guru-guru. Itu saya lihat sendiri ketika ditugaskan menjadi pengawas Ujian Universitas Terbuka yang pesertanya sebagaian besar adalah guru-guru SD (GTT maupun PNS). Di atas adalah foto-fotonya. Quo vadis Pendidikan Indonesia? Baca juga "Menyontek Akan Dibolehkan" di Arsip Blog.

Melintasi Zaman Dengan Pembaharuan


Dua pekan menjelang Muktamar 1 Abad Muhammadiyah di Yogyakarta, suasana kota Yogya, kampung halamannya Muhammadiyah, terasa kental dengan suasana Muktamar. Balon-balon raksasa, baliho, spanduk, stiker, bertemakan Muktamar satu Abad, bisa kita lihat di sebagian besar tempat di kota Yogya.

Memasuki kampung Muhammadiyah (Kampung Kauman, saya katakan kampung Muhammadiyah karena di situlah dimulainya dakwah Ketib Amin seratus tahun yang lalu), suasan muktamar sangat kental. Mesjid Gede tempat dimulainya dakwah Muhammadiyah berbenah. Halaman ditutup pasir, pohon jati yang sudah ditebang dibuatkan replikanya, kolam masjid dibenahi, film 100 tahun Muhammadiyah mengambil masjid Gede sebagai salah satu lokasi shooting (gak tanggung-tanggung, film ini disutradarai Hanung Bramantyo). Ibu-ibu sampe tukang becak membicarakannya. Muktamar yang ke-46 ini benar-benar Muktamar yang ditunggu-tunggu warga Muhammadiyah.



Tidak dapat dipungkiri bahwa perjuangan awal yang keras dan berat itu, akhirnya berbuah manis juga. Kini Muhammadiyah menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Nomor dua setelah NU. Ulama-ulama Muhammadiyah telah berhasil mewarnai kehidupan beragama dan bernegara di Republik ini. Dengan penampilan teknokrat, otak ulama, Muhammadiyah berhasil merespon semua tantangan zaman dengan Tajdid.

Sekarang, dengan tema Muktamar “Gerak Melintasi Zaman, Dakwah dan Tajdid Menuju Peradaban Utama” Muhammadiyah harus mampu melintasi zaman, tegar beragama yang kaffah dan hanif, dan tidak takut berkata benar, walaukanamuuran.

Selamat bermuktamar, dan harus terus menjadi organisasi keagamaan tanpa embel-embel keinginan untuk menjadi partai politik. It was an out of date passion.