Laman

Sabtu, 27 Desember 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan . . .
- 3 -
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 16. Penghasilan . . .
- 4 -
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4 . . .
- 5 -
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh . . .
- 6 -
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan . . .
- 7 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh . . .
- 8 -
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru . . .
- 9 -
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18 . . .
- 10 -
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c. bertindak . . .
- 11 -
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum . . .
- 12 -
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengangkatan . . .
- 13 -
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan . . .
- 14 -
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya . . .
- 15 -
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan . . .
- 16 -
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam . . .
- 17 -
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh . . .
- 18 -
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan . . .
- 19 -
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan . . .
- 20 -
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan . . .
- 21 -
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor . . .
- 22 -
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh . . .
- 23 -
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan . . .
- 24 -
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan . . .
- 25 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan . . .
- 26 -
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat . . .
- 27 -
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67 . . .
- 28 -
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Bagian Kelima . . .
- 29 -
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72 . . .
- 30 -
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan . . .
- 31 -
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam . . .
- 32 -
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru . . .
- 33 -
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79 . . .
Pasal 79
- 34 -
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan . . .
- 35 -
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 36 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
- 2 -
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
kedudukan . . .
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. mengangkat martabat guru dan dosen;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen;
4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen;
5. meningkatkan mutu pembelajaran;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
- 3 -
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Selain . . .
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
- 4 -
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
II. PASAL DEMI PASAL . . .
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
- 5 -
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10 . . .
- 6 -
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
- 7 -
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g . . .
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
- 8 -
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran
- 9 -
pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18
Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
- 10 -
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 34 . . .
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat
- 12 -
melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48 . . .
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
- 13 -
Pasal 51
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f . . .
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
- 14 -
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
- 15 -
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
- 16 -
Pasal 66 . . .
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
- 17 -
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81 . . .
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4586
- i -

Kamis, 27 November 2008

Membangun Sekolah Untuk Siapa?

Suatu hari saya mendapat surat undangan untuk menghadiri rapat wali murid di sekolah anak saya. Di surat undangan itu tertera maksud surat: membahas pembangunan gerbang sekolah. Di dalam surat itu juga dijelaskan bahwa materi yang akan dibahas ini sudah terlebih dahulu dibahas dan disetujui oleh rapat pendahuluan yang melibat para guru, kepala sekolah, dan komite sekolah.

Membaca surat undangan itu membuat saya teringat beberapa tahun yang lalu, ketika ide itu dilontarkan pada rapat wali murid, saya selalu menolak ide tentang pembangunan gerbang. Alasan saya adalah, gerbang yang bagus, tidak mempunya korelasi langsung ataupun tak langsung dengan kualitas pengajaran yang akan meningkatkan kualitas belajar anak, dan akan meningkatkan kualitas pendidikan secara makro. Saya katakan juga, sebagai orang tua, saya tidak berkeberatan mengeluarkan dana untuk insentif guru-guru, misalnya. Karena saya tahu ada beberapa orang guru yang masih status honorer. Dengan memberikan insentif lebih kepada guru dengan harapan, mereka akan lebih bersemangat mengajar.

Sekarang, surat undangan sudah saya terima. Saya bertanya-tanya: untuk siapa sebenarnya pembangunan gerbang sekolah itu? Apakah untuk prestasi siswa, atau hanya untuk prestige kepala sekolah atau guru-guru yang merupakan perpanjangan tangan pegawai dinas P & K?

Sudah menjadi pemandangan umum bahwa setiap Sekolah Dasar di Lombok Timur yang mendapatkan BOS dan bantuan dari ADB, memiliki gerbang-gerbang yang megah. Tapi kita tahu juga bahwa beberapa sekolah yang memiliki gerbang yang megah, dengan pavin block di seluruh halamannya, memulai belajar jam 9 pagi dan kerap pulang jam 11 pagi. Saya tidak naif mengatakan semua sekolah seperti itu, tetapi ada sekolah yang begitu. Untuk apa gerbang yang megah kalau tidak mengubah paradigma belajar dan mengajar di sekolah itu? Tidak membawa semangat perubahan sama sekali. Hanya kebanggaan mengatakan, "Saya memiliki gerbang sekolah yang megah." Saya juga tahu beberapa guru yang sekolahnya memiliki gerbang megah itu lebih memikirkan bisnis-bisnis sampingannya daripada memikirkan inovasi mengajar, karena tuntutan zaman tidak lagi mengizinkan guru ke sekolah "naik sepeda ontel" tanpa mendapat ejekan dari murid-muridnya yang naik motor merek dan type terbaru.

Saya mencoba melihat ke sekolah tempat saya bekerja, yang panitia PSBnya diperiksa kejaksaan, karena menerima siswa yang memaksa masuk bagaimanapun caranya. Entah bagaimana hasil pemeriksaan itu. Tapi yang mengejutkan adalah, pegawai kejaksaan yang memiliki bayaran yang jauh lebih tinggi dari para guru menganjurkan untuk mengurangi honor para guru. Haaaah? Ini bener-bener keblinger. Mereka tidak mempermasalahkan rencana pembangunan lapangan tenis yang saya tidak tahu untuk siapa dan untuk apa, kecuali kebanggaan mengatakan, " Hanya sekolahku di kota ini yang memiliki tennis court." Mereka mempermasalahkan honor satu bulan seorang guru yang jumlahnya masih lebih kecil jika dibandingkan SPPD mereka dengan jarak perjalanan 2 km.

Kembali kepada undangan itu, saya menghubungi beberapa teman wali murid meminta pendapat mereka tentang undangan itu. Jawabannya senada, “Untuk apa, Pak Guru? Kalau sudah ada gerbang yang memadai kenapa harus membangun yang megah? Kami ingin anak kami pintar. Kalau guru-guru butuh tambahan honor, kami tidak keberatan menambah beberapa rupiah. Tapi membangun gerbang? Anak-anak kami sudah biasa merunduk masuk ke dalam rumah karena gubuk kami berpintu sangat rendah.”

Well? Pembangunan sekolah untuk siapa dan untuk apa?

Rabu, 26 November 2008

Cinta Adalah Sebuah Kekeliruan Logika (3)

Sebuah Essay dari Max Shulman, dengan judul Love is a Fallacy, tentang kekeliruan dalam berbahasa. Patut dibaca bagi mereka yang ingin menjadi pengacara, hakim, guru, konsultan, dsb.
Diterjemahkan oleh Rasyid Ridho - guru Bahasa Inggris di SMAN 2 Selong
Essay ini bisa dibaca dengan judul Love is a Fallacy di http://gururidho.multiply.com

“Polly,” kataku ketika kami duduk di bawah pohon ek itu pada malam berikutnya, “malam ini kita tidak akan berdiskusi mengenai kekeliruan lagi.”
“Ohh, astaga,” katanya dengan kecewa.
“My dear,” kataku, mengasihinya dengan senyum, “kita sekarang telah menghabiskan lima malam bersama-sama. Kita telah melewatinya dengan baik sekali. Telah jelas bahwa kita cocok satu sama lain.”
“Hasty Generalization,” kata Polly dengan cemerlang.
“Maaf,” kataku.
“Hasty Generalization,” ulangnya. “Bagaimana kamu bisa mengatakan kita cocok satu sama lain hanya berdasarkan pada lima kali kencan?”
Aku terkekeh merasa lucu. Dia telah belajar dengan sangat baik.
“Sayang,” kataku sambil menyentuh tangannya ringan saja, “lima kali kencan itu banyak. Dan juga, kamu tidak harus makan semua kuenya untuk tahu bahwa kue itu bagus.”
“False Analogy,” katanya tanpa pikir-pikir. “Aku bukan kue. Aku ini cewek.”
Aku menggamitnya dengan rasa senang yang mulai berkurang. Menurutku, rupanya dia telah belajar terlalu baik. Aku memutuskan untuk mengubah taktik. Jelas bahwa pendekatan terbaik adalah yang simpel, kuat, dan pernyataan cinta yang langsung. Aku diam sebentar dan otakku yang perkasa memilih kata-kata yang tepat. Kemudian aku mulai.
“Polly, aku mencintaimu. Kamu adalah seluruh dunia bagiku, dan bulan dan bintang dan seluruh planet di angkasa raya. Kumohon sayangku, katakan bahwa kamu mau menjadi pacarku, karena kalau kamu tidak mau, hidup ini tiada artinya lagi. Aku akan merana. Aku tidak akan bisa makan. Aku akan menjelajah bumi ini, dengan tubuh tanpa jiwa.”
Kemudian aku diam, melipat tanganku dan menunggu.
“Ad Misericordiam,” kata Polly.
Aku menggertakkan gigiku. Aku bukan Pygmalion. Aku adalah Frankenstein, dan monsterku telah mencekik leherku. Dengan bingung aku melawan gelombang panik yang melandaku. Tapi bagaimanapun juga aku harus tetap tenang.
“Baiklah Polly,” kataku, memaksakan untuk tersenyum, “tampaknya kamu telah belajar tentang kekeliruan logika.”
“Kamu benar,” katanya dengan anggukan yang bersemangat.
“Dan siapa yang mengajarimu itu semua, Polly?”
“Kamu.”
“Benar. Oleh karena itu kamu berhutang padaku sesuatu, bukan begitu, my dear? Seandainya aku tidak mengajarimu, kamu tidak akan pernah belajar tentang kesalahan logika.”
“Hypothesis Contrary to Fact,” katanya dengan cepat.
Aku menyeka keringat dari dahiku. “Polly,” kataku dengan suara parau, “kamu tidak boleh melihat semua ini secara harafiah. Maksudku itu semua adalah materi di ruang kelas. Kamu tahu bahwa apa-apa yang kamu pelajari di sekolah tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kehidupan.”
”Dicto Simpliciter,” katanya sambil menggoyang-goyangkan jarinya dengan jenaka.
Itu sudah cukup. Aku melompat berdiri dan melenguh seperti seekor sapi jantan. “Mau atau tidak, kamu menjadi pacarku?”
“Tidak mau,” jawabnya.
“Kenapa,” desakku.
“Karena tadi sore aku sudah berjanji sama Petey Burch bahwa aku akan berpacaran dengannya.
*****
Aku tersurut mundur, dikuasai oleh jawaban yang tidak kusangka-sangka. Setelah dia berjanji, setelah dia membuat persetujuan, setelah dia menjabat tanganku! “The rat! aku menjerit, menendang gundukan tanah yang cukup besar. “Kamu tidak bisa pacaran dengannya, Polly. Dia pembohong. Dia penipu. Dia tikus besar.”
“Poisoning the Well,” kata Polly, “dan berhentilah berteriak. Aku pikir berteriak juga sebuah kekeliruan.”
Dengan usaha yang luar biasa, aku mengatur suaraku. “Baiklah,” kataku. “Kamu adalah seorang yang logis. Mari kita nilai hal ini secara logis pula. Bagaimana mungkin kamu lebih memilih Petey Burch daripada aku? Lihatlah diriku – mahasiswa yang pintar, dengan intelektual yang dahsyat, seorang laki-laki dengan masa depan yang meyakinkan. Lihat Petey – dungu, suka hura-hura, seorang laki-laki yang tidak pernah tahu dari mana dia dapat memperoleh makanan. Dapatkah kamu memberiku satu alasan logis mengapa kamu harus berpacaran dengan Petey Burch?”
“Tentu bisa,” terang Polly. “Dia punya mantel raccoon.”

[1] Tikus besar

Cinta adalah Sebuah Kekeliruan Logika (2)

Sebuah Essay dari Max Shulman, dengan judul Love is a Fallacy, tentang kekeliruan dalam berbahasa. Patut dibaca bagi mereka yang ingin menjadi pengacara, hakim, guru, konsultan, dsb.
Diterjemahkan oleh Rasyid Ridho - guru Bahasa Inggris di SMAN 2 Selong
Tulisan ini bisa dibaca dengan judul Love is a Fallacy di http://gururidho.multiply.com

Kencan pertamaku dengan Polly berlangsung malam itu juga. Rasanya seperti sebuah survey; Aku ingin tahu seberat apa usaha yang harus aku lakukan untuk membuka wawasannya, membuatnya smart sehingga mencapai standard yang aku persyaratkan. Pertama kali aku membawanya makan malam. “Gee[1], itu makan malam yang lezat sekali,” katanya ketika kami baru saja meninggalkan restoran. Kemudian aku membawanya ke bioskop. “Gee. Itu tadi filmnya bagus sekali,” katanya ketika kami meninggalkan bioskop. Kemudian aku mengantarnya pulang. “Gee. Malam ini benar-benar luar biasa bagiku,” katanya ketika dia mengucapkan selamat malam padaku.
Aku kembali ke kamarku dengan hati berat. Aku telah dengan sembrono mengentengkan bebanku. Kekurangan informasi yang dimiliki gadis ini mengerikan. Tidak akan cukup dengan hanya menyuapinya dengan informasi saja. Pertama-tama dia harus diajarkan bagaiman harus berpikir. Terbayang bahwa ini bukan sebuah proyek yang berdimensi kecil, dan ini membuatku pada awalnya tergoda untuk mengembalikannya kepada Petey. Tetapi kemudian terbayang dalam benakku pesonanya yang berlimpah ruah dan gayanya ketika memasuki ruangan, gayanya ketika memegang pisau dan garpu, dan aku memutuskan untuk terus berusaha.
Aku melakukannya, seperti dalam segala hal, secara sistematis. Aku memberinya kursus logika. Karena aku, sebagai mahasiswa hukum, mengambil mata kuliah logika, jadi segala hal yang aku perlukan sudah ada di ujung jariku. “Polly,” kataku ketika aku menjemputnya untuk kencan kami yang berikutnya, “malam ini kita akan ke Knoll dan bicara.”
“Oo, luar biasa,” jawabnya. Satu hal yang ingin ku katakan pada gadis ini: kamu akan lihat nanti, mungkin kami tidak akan begitu senang.
Kami pergi ke Knoll, tempat rekreasi yang paling ramai di kampus, dan kami duduk di bawah sebuah pohon ek yang sudah tua, dan dia menatapku dengan tatapan yang penuh harapan. “Apa yang akan kita bicarakan?” tanyanya.
“Logika.”
Dia berpikir untuk beberapa menit dan memutuskan bahwa dia menyukainya. “Menyenangkan,” ujarnya.
“Logika,” kataku, berdehem membersihkan tenggorokanku yang tiba-tiba gatal, “adalah ilmu berfikir. Sebelum kita dapat berpikir dengan benar, pertama kali kita harus belajar mengenal kesalahan umum dalam logika. Inilah yang akan kita latih malam ini.”
“Wow-hoo!” jeritnya, bertepuk tangan dengan gembira.
Aku berjenggit, tapi dengan berani terus memulai. “Pertama-tama marilah kita pelajari kesalahan yang disebut Dicto Simpliciter.”
“Apa artinya itu?” desaknya, sambil matanya berkedip-kedip.
Dicto Simpliciter berarti argumen yang berdasarkan generalisasi yang tidak memenuhi syarat (unqualified generalization). Sebagai contoh: Olahraga itu bagus. Oleh karena itu semua orang harus berolahraga.”
“Aku setuju,” kata Polly dengan jelas. “Maksudku, olahraga itu luar biasa. Maksudku, dia membentuk tubuh dan segalanya.”
“Polly,” kataku dengan lembut, “argumen itu adalah sebuah kesalahan. Olahraga itu baik adalah sebuah generalisasi yang tidak memenuhi syarat. Misalkan kamu memiliki penyakit jantung, olah raga itu jelek bagimu, tidak bagus. Banyak orang yang diperintahkan oleh dokter mereka untuk tidak berolahraga. Kamu harus mensyaratkan generalisasi itu. Kamu harus mengatakan olahraga biasanya baik atau olahraga baik untuk kebanyakan orang. Kalau tidak maka kamu telah melakukan Dicto Simpliciter. Mengerti?”
“Tidak,” akunya. “Tapi ini hebat sekali. Lagi! Lagi!”
“Sebaiknya kamu tidak menarik-narik lengan bajuku,” aku memberitahunya, dan ketika dia sudah berhenti, aku melanjutkan. “Berikutnya kita akan membahas tentang kekeliruan yang bernama Hasty Generalization (Generalisasi Tergesa-Gesa). Dengarkan baik-baik: Kamu tidak bisa berbahasa Perancis. Petey Burch tidak bisa berbahasa Perancis. Oleh karena itu kemudian saya menyimpulkan bahwa tidak ada seorangpun di Universitas Minnesota yang bisa berbahasa Perancis.”
“Benarkah?” tanya Polly, heran. “Tidak ada?”
Aku menyembunyikan kejengkelanku. “Polly, itu adalah kekeliruan. Kita terlalu cepat sampai generalisasi. Terlalu sedikit contoh yang kita ambil untuk mendukung kesimpulan seperti itu.”
“Ada kekeliruan yang lain?” dia bertanya menahan nafas. “Hal ini bahkan lebih menyenangkan daripada berdansa.”
Aku memerangi gelombang rasa putus asa. Tidak ada kemajuan yang aku dapatkan bersama gadis ini, benar-benar tidak ada. Meski begitu, Bukan aku kalau tidak gigih. Aku lanjutkan. “Yang berikutnya adalah Post Hoc. Dengarkan contoh berikut ini: Jangan kita ajak Bill pergi piknik. Setiap kali kita mengajaknya keluar, selalu saja turun hujan.”
“Aku tahu seseorang yang seperti itu,” serunya. “Gadis tetangga belakang rumah – Eula Becker, namanya. Tidak pernah tidak. Setiap kali kami mengajaknya piknik –”
“Polly,” sentakku tajam, “itu adalah kekeliruan. Eula Becker tidak menyebabkan hujan. Dia tidak ada hubungannya dengan hujan. Kamu keliru dengan Post Hoc jika kamu menyalahkan Eula Becker.”
“Aku tidak akan melakukannya lagi,” katanya dengan nada yang sangat menyesal. “Kamu marah sama aku?”
Aku menghela nafas dalam-dalam. “Tidak, Polly. Aku tidak marah.”
“Kalau begiu beritahu aku kekeliruan logika lagi.”
“Baiklah. Mari kita lanjutkan dengan Contradictory Premises (Premis berlawanan).”
“Ya, mari,” kicaunya, mengedip-ngedipkan matanya dengan gembira.
Aku mengerutkan dahi dan melanjutkan. “Ini adalah contoh dari Contradictory Premises. Jika Tuhan dapat melakukan apa saja, dapatkah Dia membuat sebuah batu yang sangat berat, yang sedemikian beratnya sampai Dia sendiri tidak sanggup untuk mengangkat batu itu?”
“Tentu saja dia bisa membuat batu seperti itu,” jawabnya tanpa berpikir.
“Tetapi jika Dia bisa melakukan apa saja, berarti dia bisa mengangkat batu itu,” aku tunjukkan kekeliruannya.
“Yeah,” katanya sambil berpikir. “Kalau begitu, aku kira Dia tidak bisa membuat batu itu.”
“Tapi Dia bisa membuat apa saja,” aku mengingatkannya.
Dia menggaruk-garuk kepalanya yang bagus tapi kosong itu. “Aku benar-benar bingung,” akunya.
“Tentu saja kamu bingung. Karena premis dan argumen berlawanan satu sama lain, jadi tidak bisa ada argumen. Jika ada kekuatan yang tidak ada batasnya, tentu tidak ada benda yang tidak bisa angkat. Jika ada benda yang tidak bisa diangkat, tentu tidak ada kekuatan yang tidak terbatas. Mengerti?”
“Beritahu aku lagi tentang bahan yang sangat menyenangkan ini,” katanya dengan gembira.
Aku memeriksa jam tanganku. “Aku pikir ini sudah malam. Aku akan mengantarmu pulang sekarang, dan pikirkan lagi apa yang sudah kamu pelajari malam ini. Kita akan ketemu lagi besok malam.”
Aku mengantarnya sampai asrama wanita, dia meyakinkanku bahwa dia benar-benar telah melewati malam yang sempurna, dan aku kembali ke kos ku dengan perasaan murung. Petey tidur mendengkur di atas tempat tidurnya, dan mantel raccoon menumpuk seperti seekor binatang berbulu yang besar di kakinya. Untuk beberapa waktu aku menimbang-nimbang untuk membangunkannya dan memberitahukan bahwa dia bisa mengambil kembali gadisnya. Tampak jelas bahwa proyekku telah berakhir dengan kegagalan. Gadis itu tampaknya memiliki otak-anti-logika.
Tapi kemudian aku menimbang ulang. Aku telah menyia-nyiakan satu malam; Aku mungkin akan menyia-nyiakan satu malam lagi. Siapa tahu? Mungkin di satu tempat di dalam kawah otaknya yang sudah mati, masih ada bara yang menyala. Mungkin dengan entah bagaimana aku bisa mengipas bara itu menjadi api. Harus diakui bahwa ini bukanlah kemungkinan yang memiliki kesempatan berhasil, tapi aku memutuskan untuk mencoba sekali lagi.

Duduk di bawah pohon ek yang sama malam berikutnya, aku berkata, “Kekeliruan kita yang pertama malam ini disebut Ad Misericordiam.”
Dia menggigil saking senangnya.
“Dengar baik-baik,” kataku. “Seorang laki-laki melamar pekerjaan. Ketika pimpinan perusahaan menanyakan kualifikasinya, dia menjawab bahwa dia punya istri dan enam orang anak di rumah, istrinya lumpuh berat, anak-anak tidak punya makanan untuk dimakan, tidak punya pakaian untuk dipakai, tidak punya sepatu, tidak ada tempat tidur di rumahnya, tidak ada batubara di gudang, dan musim dingin sudah menjelang.”
Air mata mengalir di kedua pipi Polly yang merah muda. “Oh, ini menyedihkan, menyedihkan,” isaknya.
“Ya, ini memang menyedihkan,” aku setuju, “tetapi itu bukan argumen. Laki-laki itu tidak menjawab apa yang ditanyakan oleh bos perusahaan itu tentang kualifikasi pekerjaannya. Melainkan dia menarik simpati bos itu. Dia telah melakukan kekeliruan Ad Misericordiam. Mengerti?”
“Punya sapu tangan?” katanya sambil menangis.
Aku mengangsurkan sapu tangan padanya dan mencoba utuk tidak berteriak ketika dia menghapus matanya. “Berikutnya,” kataku dengan nada yang terkontrol dengan cermat, “kita akan mendiskusikan tentang False Analogy (Analogi Salah). Ini contohnya: Siswa seharusnya dibiarkan untuk melihat catatan mereka ketika ujian. Karena toh, dokter bedah melihat hasil rontgen yang memandu mereka ketika melakukan operasi, para pengacara punya ringkasan yang memandu mereka selama pengadilan berlangsung, para tukang bangunan punya gambar yang memandu mereka ketika mereka membuat rumah. Kenapa, kemudian, siswa tidak diizinkan untuk melihat buku catatan mereka dalam ujian?”
“Nah, itu,” katanya dengan penuh antusias, “adalah gagasan yang paling hebat yang pernah aku dengar dalam tahun ini.”
“Polly,” kataku dengan tidak sabar, “argument itu semuanya salah. Dokter, pengacara, dan tukang bangunan tidak sedang menguji untuk melihat apa saja yang sudah mereka pelajari, sedangkan siswa ya. Situasinya berbeda jauh, dan kamu tidak dapat menarik analogi di antara mereka.”
“Tapi tetap aku merasa itu adalah ide yang bagus,” kata Polly.
“Bodoh,” gerutuku. Dengan menguatkan hati aku kembali melanjutkan. “Berikut ini kita akan mencoba Hypothesis Contrary to Fact (Hipotesa Berlawanan dengan Fakta).”
“Kedengarannya asyik,” sambut Polly.
“Dengarkan: Jika Madame Currie tidak meninggalkan lembaran plat foto di dalam laci bersama bongkahan bijih Uranium, dunia sekarang ini tidak akan tahu tentang Radium.”
“Benar, benar,” kata Polly, sambil menganggukkan kepalanya. “Apakah kamu menonton filmnya? Oh, film itu membuatku pingsan. Itu lho, si Walter Pidgeon begitu hebat. Maksudku dia membuatku hancur.”
“Jika kamu dapat melupakan Walter Pidgeon untuk sementara,” kataku dengan dingin, “aku akan menunjukkan bahwa pernyataan tersebut adalah kekeliruan. Mungkin Madame Currie akan menemukan Radium beberapa saat kemudian. Mungkin beberapa hal terjadi. Mungkin juga orang lain yang akan menemukan Radium. Kamu tidak dapat memulai hipotesa yang tidak benar kemudian menarik kesimpulan yang mendukung darinya.”
“Mereka harus memberi peran yang lebih banyak lagi buat Walter Pidgeon pada film-film yang lain,” kata Polly. “Jarang sekali aku melihatnya di film lagi.”
Satu kesempatan lagi, aku putuskan. Tapi hanya satu kesempatan lagi. Ada batas bagi daging dan darah untuk dapat bertahan. “Kekeliruan berikutnya disebut Poisoning Well (Meracun Sumur).”
“Manis sekali!” dia mendeguk.
“Dua orang sedang berdebat. Orang pertama berdiri dan mengatakan, ‘Lawan debatku ini terkenal sebagai pembohong. Kamu tidak dapat mempercayai apa yang akan dikatakannya sepatah katapun.’ Sekarang, Polly, pikirkan. Pikirkan dengan sungguh-sungguh. Apa yang salah?”
Aku menatapnya lekat-lekat ketika dia menyulam dahinya yang berwarna krem karena berkonsentrasi. Tiba-tiba, samar-samar aku bisa melihat cahaya intelegensi – yang pertama kali yang pernah kulihat – nampak di matanya. “Itu tidak adil,” katanya dengan jengkel. “Itu tidak adil sedikitpun. Kesempatan apa yang dimiliki oleh orang yang kedua jika orang yang pertama mengatakannya sebagai seorang pembohong bahkan sebelum dia memulai berbicara?”
“Benar!” teriakku dengan sangat gembira. “Seratus persen benar. Itu tidak adil. Orang pertama telah meracuni sumur itu sebelum orang lain dapat minum darinya. Dia telah melumpuhkan lawannya bahkan sebelum dia mulai. Polly, aku bangga padamu.”
“Pshaw[2],” dia komat-kamit, merah karena gembira.
“Kamu paham sekarang, sayang, masalah ini tidak terlalu berat. Yang kamu butuhkan hanya konsentrasi. Berpikir – menguji – menilai. Mari sekarang, mari kita ulang lagi apa yang udah kita pelajari.”
“Api telah padam,” katanya sambil mengipas-ngipas dengan tangannya.
Berbesar hati karena ternyata Polly tidak kerdil sama sekali, aku mengulang dengan sabar apa yang pernah aku ajarkan padanya dari awal. Lagi dan lagi kukutip beberapa contoh, menunjukkan kekurangan-kekurangan, terus menempa tanpa henti. Rasanya seperti menggali terowongan. Pada awalnya semuanya adalah kerja berat, keringat, dan kegelapan. Aku tidak punya gagasan kapan aku akan mencapai cahaya, atau bahkan aku tidak tahu apakah aku akan bertemu cahaya. Tapi akau bertahan. Aku teras menggali, mencakar, membongkar, dan akhirnya aku berhasil. Aku melihat secercah cahaya, kemudian cahaya itu semakin besar dan besar dan akhirnya cahaya matahari menerobos masuk, dan semuanya menjadi terang.
Lima malam yang meletihkan, tapi sekarang terbukti tidak sia-sia. Aku telah berhasil membuat Polly menjadi logis; aku telah mengajarinya berpikir. Tugasku telah selesai. Akhirnya dia berharga bagiku. Dia akan menjadi istri yang cocok bagiku, nyonya rumah yang tepat bagi rumah gedungku, dan akan menjadi ibu yang tepat bagi anak-anakku yang terdidik.
Tentu saja tidak boleh ada pikiran bahwa aku tidak ada cinta sama gadis ini. Benar-benar kebalikannya. Seperti Pygmaleon yang mencintai wanita sempurna yang telah dia berikan pakaian, demikian juga dengan aku. Aku memutuskan untuk memperkenalkannya dengan perasaanku pada pertemuan berikutnya. Saatnya sudah datang untuk mengubah hubungan kami dari akademik menjadi romantik.

(tobe continued)
[1] /gi:/ Tuhan! (kata seru) singkatan dari God!
[2] Puih! (kata seru)

Cinta Adalah Sebuah Kekeliruan Logika

Sebuah Essay dari Max Shulman, dengan judul asli Love is a Fallacy, tentang kekeliruan logika bahasa. Patut dibaca bagi mereka yang ingin menjadi pengacara, guru, tukang debat, konsultan, dsb.
Diterjemahkan oleh Rasyid Ridho - guru Bahasa Inggris, SMAN 2 Selong.
Essay ini juga bisa dibaca dengan judul Love is Fallacy pada http://gururidho.multiply.com

Aku adalah orang yang tenang dan juga logis. Giat, penuh perhitungan, berpikiran tajam, teliti, dan cerdik – deskripsi seperti itu sangat tepat untukku. Otakku sama kuatnya dengan dynamo, selalu berputar, berpikir, juga sama telitinya dengan timbangan emas, dan tajam seperti pisau bedah. Dan – yang paling mengesankan adalah – usiaku baru 18 tahun. (Bayangin aja!)
Tidak banyak orang muda yang memiliki intelektual yang luar biasa. Sebut saja, sebagai contoh, Petey Burch, teman sekamarku di Universitas Minnesota. Kami sebaya, dengan latar belakang yang sama, tetapi dia dungu seperti lembu. Teman yang cukup baik sebenarnya, cuma tidak ada yang menonjol. Emosional. Labil. Mudah dipengaruhi. Yang paling buruk dari semua itu adalah, dia seorang pengikut mode. Pengikut mode, menurutku, adalah sebuah penafian logika yang sangat luar biasa. Terseret dalam semua kegilaan baru yang datang, menyerahkan diri pada sebuah ke-idiot-an hanya karena orang lain juga melakukannya. Hal ini menurutku adalah puncak ketololan. Tetapi tidak dengan Petey. Semua dia lakukan hanya supaya bisa dikatakan sebagai seorang pengikut mode.
Suatu sore, aku temukan Petey sedang berbaring di atas tempat tidurnya dengan ekspresi sedih di mukanya Aku segera men-diagnosa-nya sedang mengidap penyakit usus buntu.
“Jangan bergerak,” kataku. “Jangan minum pencahar. Aku akan memanggil dokter.”
“Raccoon. Raccoon[1],” mulutnya berkomat-kamit berkali-kali
“Raccoon?” tanyaku heran. Aku terdiam sejenak.
“Aku mau mantel raccoon,” dia meratap.
“Mau mantel raccoon?”
“Seharusnya aku sudah tahu dari dulu,” tangisnya, sambil memukul-mukul kedua pelipisnya. “Aku seharusnya sudah tahu bahwa mantel raccoon akan kembali menjadi mode ketika Charleston datang. Seperti orang gila, aku sudah menghabiskan semua uangku untuk membeli buku pelajaran, dan sekarang aku tidak bisa membeli sebuah mantel raccoon.”
“Maksudmu,” tanyaku dengan keheranan yang tidak masuk akal, ”bahwa orang-orang tersebut kembali memakai mantel raccoon lagi?”
“Semua mahasiswa populer di kampus memakai mantel raccoon. Kamu ke mana aja, sih?
“Ke perpustakaan,” kataku menyebut sebuah tempat yang jarang dikunjungi oleh mahasiswa populer di kampus.
Dia melompat dari tempat tidur dan menandak-nandak di dalam ruangan. “Aku harus memiliki sebuah mantel raccoon,” katanya dengan bernafsu. “Harus.”
“Petey, kenapa? Cobalah bersikap rasional. Mantel raccoon tidak higienis. Selain itu juga bulunya sering menempel dan jatuh di mana-mana. Bau, terlalu berat, tidak sedap dipandang. Mereka juga….”
“Kamu tidak mengerti,” interupsinya dengan tidak sabar. “Itu adalah hal yang harus didapatkan. Tidakkah kamu ingin berada dalam kelompok anak populer?”
“Tidak,” jawabku dengan sejujurnya.
“Yah. Tapi aku ingin,” ujarnya. “Aku akan mengorbankan apa saja asalkan aku bisa punya mantel raccoon. Apa saja.”
Otakku, yang merupakan instrument yang cermat, waspada. “Apa saja?” aku bertanya, sambil menatapnya dengan berminat.
“Apa saja,” katanya menegaskan.
Aku mengelus-elus daguku, menimbang-nimbang. Aku tahu di mana aku bisa mendapatkan sebuah mantel raccoon. Ketika Bapakku masih mahasiswa dulu, dia memilikinya, dan sekarang mantel itu masih teronggok di dalam peti di attic[2] belakang rumah. Aku juga tahu bahwa Petey memiliki sesuatu yang aku inginkan sebagai pertukarannya. Persisnya, dia tidak memilikinya, tapi paling tidak dia adalah prioritas pertama baginya. Yang kumaksudkan adalah pacarnya, Polly Espy.
Telah lama aku mendambakan Polly Espy. Aku ingin menegaskan bahwa hasratku pada gadis muda ini sesungguhnya tidak secara emotional. Dia, tentu saja, adalah gadis yang menyenangkan secara emosi, tetapi aku tidak akan membiarkan hatiku mengendalikan otakku. Aku ingin Polly untuk sebuah perhitungan yang lihai, sepenuhnya untuk alasan yang sudah aku pikirkan matang-matang.
Aku adalah seorang mahasiswa di sebuah sekolah hukum. Beberapa tahun ke depan aku akan menjadi seorang pengacara yang hebat dan membuka praktik. Aku sadar betapa pentingnya peranan seorang istri dalam menunjang karirku sebagai seorang pengacara. Pengacara sukses, menurut pengamatanku, hampir tanpa pengecualian, kawin dengan wanita yang cantik, anggun, dan pintar. Dengan penghapusan pada satu syarat, Polly tampaknya memenuhi spesifikasi ini dengan sempurna.
Dia cantik. Memang dia tidak seperti seorang model, tapi aku yakin, waktu akan bisa merubahnya menjadi demikian. Dia telah memiliki syarat-syarat untuk itu.
Dia anggun, penuh keanggunan. Badannya tegak, luwes, tenang, yang semuanya dengan jelas menunjukkan bahwa dia bisa memberi keturunan yang terbaik. Table manner[3]-nya sangat elok. Aku pernah melihatnya di Kozy Kampus Korner[4] sedang makan sandwich yang berisi potongan daging panggang, saus, kacang potong, dan semangkuk acar kubis, tanpa mengotori jarinya sedikitpun.
Dia memang tidak pintar. Pada kenyataannya, dia malah kebalikannya. Tetapi aku percaya bahwa dalam bimbinganku dia akan menjadi pintar. Paling tidak, aku merasa ini patut diusahakan. Dan sebenarnya, lebih mudah membikin seorang gadis cantik yang bodoh menjadi pintar daripada membuat gadis pintar yang jelek menjadi cantik.
“Petey,” kataku, “apakah kamu mencintai Polly Espy?
“Aku pikir dia anak yang menyenangkan,” jawabnya, “tapi aku tidak tahu apakah itu bisa disebut cinta. Kenapa?”
“Apakah kamu,” tanyaku lagi, “memiliki perjanjian resmi dengannya? Maksudku, apakah kamu berpacaran atau hal-hal semacam itu?”
“Tidak. Kami memang sering bertemu, tapi kami masing-masing punya pacar. Kenapa?”
“Apakah ada,” tanyaku lagi, “laki-laki lain yang dia sukai secara spesial?”
“Tidak. Setahuku tidak ada. Kenapa?”
Aku mengangguk-angguk dengan perasaan puas. “Dengan kata lain, jika kamu tidak ada, maka lapangan akan terbuka. Benar begitu?”
“Aku kira begitu. Tapi kamu ngomong apa, sih?”
“Tidak ada, tidak ada,” kataku dengan nada tidak bersalah, dan mengambil koperku keluar dari bawah tempat tidur.
“Kamu mau kemana?” tanya Petey.
“Pulang. Akhir pekan.” Aku memasukkan beberapa barang ke dalam koper.
“Dengar,” katanya, sambil mencengkeram tanganku dengan bergairah, “Kalau kamu pulang, berarti kamu bisa minta uang sama orang tuamu, kan? Pinjamkan uang itu padaku sehingga aku bisa membeli mantel raccoon. Mau, kan?”
“Aku mungkin bisa melakukan hal yang lebih baik,” kataku dengan mengedipkan mata secara misterius.

“Lihat,” kataku kepada Petey ketika aku kembali ke kos-kos-an pada Senin pagi. Aku membuka koperku dan mengeluarkan sebuah benda yang besar, berbulu, dan berbau busuk, yang pernah dipakai bapakku dulu ketika masih menjadi anggota geng Stutz Bearcat pada tahun 1925.
“Holy Toledo![5]” seru Petey dengan hormat. Dia merengkuh mantel raccoon itu kemudian membawanya ke mukanya. “Holy Toledo!” serunya berulang-ulang lima belas atau duapuluh kali.
“Mau?” tanyaku.
“Oh, tentu!” teriaknya, sambil mencengkeram kulit bulu itu dan membawanya ke dadanya. Kemudian tatapan licik terlihat di matanya. “Apa yang kamu inginkan untuk ini?”
“Gadismu,” kataku tanpa berbelit-belit. “Polly?” tanyanya dengan bisikan yang menakutkan.
“Benar.”
Dia melempar mantel itu. “Tidak akan,” katanya dengan keras.
Aku mengangkat bahu. “Okey. Jika kamu tidak mau dianggap populer, aku pikir itu adalah urusanmu.”
Aku kemudian duduk di kursi dan pura-pura membaca buku, tetapi melalui sudut mataku aku terus memperhatikan Petey. Dia kelihatan terluka. Pertama-tama dia melihat ke arah mantel itu dengan ekspresi seperti anak terlantar di toko roti. Kemudian di berpaling dan mengertakkan rahangnya dengan tegas. Kemudian dia kembali menatap mantel itu dengan ekspresi yang lebih merana lagi di mukanya. Kemudian dia berpaling, tapi kali ini tanpa ketegasan. Bolak balik kepalanya menggeleng-geleng –nafsunya menyala, ketegasannya semakin berkurang. Akhirnya dia tidak berpaling lagi sama sekali; dia hanya berdiri dan melotot dengan nafsu yang menggila pada mantel itu.
“Aku tidak mencintai Polly,” katanya dengan tegas. “Aku juga tidak berpacaran atau semacam itu dengannya.”
“Benar,” gumamku.
“Apa artinya Polly bagiku, atau apa artinya aku bagi Polly?”
“Tidak ada,” kataku.
“Kami hanya berteman biasa, ngobrol, ketawa-ketawa, hanya itu.”
“Cobalah mantel itu,” kataku.
Dia menurut. Mantel itu membungkusnya tinggi melebihi telinganya dan jatuh ke atas sepatunya. Dia kelihatan seperti gundukan bangkai raccoon. “Sangat cocok,” katanya dengan senang.
Aku bangun dari kursiku. “Is it a deal?” kataku, sambil mengulurkan tangan.
Dia menelan ludah. “It’s a deal,” katanya, dan menjabat tanganku.

(tobe continued)

[1] Dibaca / rakun/. Binatang seperti kucing. Kulitnya yang berbulu tebal bisa dipakai untuk membuat mantel
[2] Dibaca /aetik/ sebuah ruang kecil di bawah atap rumah, biasanya dipakai sebagai gudang atau kamar (loteng)
[3] Sikap ketika berada di meja makan
[4] Rumah makan dekat kampus di Minnesota University.
[5] Holy Toledo adalah kata seru yang biasa diucapkan ketika seseorang senang dan tidak bisa mengucapkan kata-kata. (artinya kira-kira: Puji Tuhan)