Laman

Kamis, 07 Maret 2013

Hari Perempuan Sedunia

Hari Perempuan? Emang ada? Jarang ada yang tahu, atau jarang yang mau tahu? Perempuan adalah sumber kehidupan manusia. Siapapun setelah Adam AS, pasti lahir dari perempuan. Bahkan Nabi Isa dilahirkan tanpa laki-laki. Tapi betapapun hebatnya perempuan, tetap saja kita lalai bahwa peran mereka sangat besar. Oleh karena itu ditetapkanlah di seluruh dunia tanggal 8 Maret sebagai hari Perempuan Sedunia.

Saya sering merasa miris, bahwa kita cukup puas menghargai para perempuan dengan pawai dan pidato-pidato. Mengatakan bahwa perempuan mendapat tempat yang sangat mulia di dalam strata agama maupun bangsa dan istiadat lokal. Sebagai contoh untuk menyenang-nyenangkan hati perempuan, kita berkata," Ada Ibu pertiwi, tapi tidak ada Bapak Pertiwi. Ada Ibu Kota tapi tidak ada Bapak Kota. Ada Ibu Jari, tidak ada Bapak Jari." Dalam skala lokal tokoh-tokoh masyarakat mengatakan," Araq inen menik, ndaraq amen menik (ada ibu padi, tidak ada ayah padi). Dan ketika mengucapkan itu tokoh tersebut tersenyum bangga dengan kecerdikannya memainkan kata-kata yang sanggup membuat ibu-ibu yang pagi itu belum sarapan karena jatah sarapannya dihabiskan suaminya, mengangguk-angguk dan tersipu malu mengingat tadinya mereka hendak protes tentang sarapan yang tandas itu.

Hanya sebatas itu, karena ketika saatnya makan tiba, ibu-ibu itu melupakan perutnya yang lapar, menyajikan makanan kepada bapak-bapak yang kemudian makan dengan lahap tanpa mau tahu, apakah ibu-ibu itu sudah makan atau belum. Dan ketika bapak-bapak sudah selesai dengan hajatnya, barulah ibu-ibu kemudian boleh makan.

Di rumah-rumah, ibu-ibu menyediakan makanan terbaik untuk bapak-bapak. Tidak ada seorangpun yang boleh menyentuh makanan yang disiapkan ibu untuk bapak.  Apabila jumlahnya hanya sedikit atau satu-satunya, maka ibu rela menunggu bapak selesai makan apa yang disukainya, kemudian ibu akan makan setelah bapak. Memakan apa yang disisakan bapak. Alasannya adalah karena bapak membutuhkan energi yang lebih banyak untuk bekerja. Padahal sebenarnya, ibu juga membutuhkan makanan yang bergizi seperti bapak karena tugas ibu untuk hamil, melahirkan, menyusui, memelihara anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya membutuhkan energi yang besar.

Selain itu harus ada kesadaran dan penyadaran untuk memperbaiki paradigma nilai perempuan di masyarakat, khususnya di masyarakat suku Sasak. Dalam sesenggak-sesenggak Sasak, pantun, atau semepa lokal, sering kita dengar kalimat-kalimat yang melecehkan perempuan. Bahkan baru-baru ini Pemerintah Propinsi NTB harus melarang beredarnya album lagu berbahasa Sasak yang judulnya sangat melecehkan perempuan. 
Sudah umum kita mendengar lelakak-lelakak Sasak yang menempatkan wanita sebagai objek penderita. Saya tidak enak hati untuk menulis contohnya di sini karena sangat vulgar dan leceh. Oleh karena itu sudah saatnya kita mengadakan gerakan bersama untuk mengubah kondisi ini. 

Bahwa perempuan haruslah mendapat penghormatan dan kedudukan yang layak tidak bisa kita pungkiri. Semua kita yang beragama Islam pasti tahu kalau derajat perempuan lebih tinggi 3 tingkat dibandingkan tingkat laki-laki sebagai tafsir yang sangat jelas tentang kedudukan ibu sebagai tempat berbakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.  Namun kita tidak ingin justru melecehkan perempuan kita dengan mengajak mereka berkeliling dan menyuruh mereka berpidato tentang bagaimana perlunya memuliakan perempuan karena pada saat itu kita justru sedang merendahkan harkat dan martabat perempuan dengan menyuruh mereka berpanas-panas dan berteriak-teriak pada Hari Perempuan. Karena cara seperti itu tidak dikenal dalam norma adat dan agama kita.

Gagasan tentang perayaan hari perempuan dengan cara seperti itu pertama kali dikemukakan pada saat memasuki Abad_ke-20, di tengah-tengah gelombang industrialisasi dan ekspansi ekonomi yang menyebabkan timbulnya protes-protes mengenai kondisi kerja. Kaum perempuan dari pabrik pakaian dan tekstil mengadakan protes pada tanggal 8 Maret di New York City. Para buruh garmen memprotes apa yang mereka rasakan sebagai kondisi kerja yang sangat buruk dan tingkat gaji yang rendah. Para pengunjuk rasa diserang dan dibubarkan oleh polisi. Kaum perempuan ini membentuk serikat buruh pada bulan yang sama dua tahun kemudian.

Di Barat, Hari Perempuan Internasional dirayakan pada tahun sekitar tahun 1910-an dan 1920-an, tetapi kemudian menghilang. Perayaan ini dihidupkan kembali dengan bangkitnya feminisme pada tahun 1960-an. Pada tahun 1975, PBB mulai mensponsori Hari Perempuan Internasional. (sumber: Wikipedia).

Kita tentu saja tidak ingin perempuan yang kita muliakan ini meminta dihormati dan dimuliakan oleh orang lain. Seharusnya para lelaki lah yang melakukan itu. Berkampanye untuk mulianya perempuan-perempuan yang kita cintai. Marilah kita mulai melihat ke dalam diri kita, bahwa sebenarnya kita menempatkan perempuan kita di mana. Kalau kita sudah menempatkan perempuan kita pada tempat yang tinggi sesuai dengan maqam dan marwahnya, saya yakin tidak akan ada lagi perempuan berdemonstrasi untuk minta dimuliakan.


Tidak ada komentar: